Lihat ke Halaman Asli

Arsyifa Palan Taran

Fresh Graduate

Rekka Kenirek, Tradisi Menjaga Keturunan Perempuan dari Garis Ibu dalam Budaya Lamaholot

Diperbarui: 22 September 2025   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Potret perempuan Lamaholot yang sedang menjemur benang)

Perempuan di generasi manapun, selalu mengisi ruang dan memiliki tempat yang indah tersendirinya. Bisa dikatakan, perempuan memegang peran penting dalam berbagai lini kehidupan. Baik dalam pendidikan moral, adat istiadat, sosial, hingga keluarga.

Begitu pula dengan perempuan dalam budaya suku Lamaholot. Tidak hanya menjalani peran sebagai anak, istri, dan ibu, namun juga menjalani hidup sebagai perempuan yang lahir di tanah Lamaholot, yang menjalani peran penting, pemegang kendali tradisi menenun.

Tradisi Rekka Kenirek, yang berarti perempuan dari garis keturunan ibu. Tradisi ini merupakan salah satu upaya pengingat atau memperkenalkan garis keturunan yang sama, juga sebagai bentuk melestarikan budaya perempuan Lamaholot dalam keterampilan menenun.

Acara ini biasanya diadakan tergantung dari ketersedian bahan untuk menenun, kesiapan seluruh anggota keluarga, atau ilham yang didapat oleh tetua. Prosesi ini dipimpin oleh seseorang yang dianggap tetua, atau seseorang dari garis keturunan pertama. Dan yang hadir dalam acara ini hanya para perempuan, yang berasal dari satu garis keturunan jalur ibu yang sama.

(Garis keturunan dari nenek ke-10)

Kegiatan ini dimulai dengan memperkenalkan diri dari setiap garis keturunan yang sama.Tidak hanya berkenalan dengan keluarga yang lain, pada tradisi ini para perempuan Lamaholot akan menjalani proses menenun. Mulai dari memintal benang, mengikatnya menjadi satu, kemudian mencuci di bawah air mengalir, dicelupkan ke dalam pewarna yang didapat dari pewarna alami, dan diakhiri dengan penjemuran benang tersebut.

(Proses pewarnaan benang)

Yang menarik dalam proses ini adalah saat pencucian benang, dimana perempuan Lamaholot, berduyun-duyun mengenakan 'Kewatek', atau sarung khas, dan kebaya menuju mata air untuk proses pencucian benang bersama.

(Proses pencucian benang)

Acara ini akan diakhiri dengan proses 'Ohho'', yaitu meminyaki rambut menggunakan santan kelapa dan proses 'Benu Aeket', yang berarti pendupaan menggunakan kayu gaharu. Proses ini sebagai bentuk pembersihan diri para perempuan Lamaholot setelah menenun, dan kayu gaharu dipercaya bisa menolak kekuatan negatif dari luar. Setelah itu dilanjut makan bersama, makan sirih pinang dan pembagian 'Mowak', atau hasil ikatan benang untuk anggota keluarga yang hadir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline