Lihat ke Halaman Asli

Arlini

Menulis berarti menjaga ingatan. Menulis berarti menabung nilai kebaikan. Menulis untuk menyebar kebaikan

Kehilangan

Diperbarui: 20 November 2016   20:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

VOA Islam

Kehilangan adalah satu satu momen yang tidak kita sukai. Sekedar kehilangan benda-benda kesayangan, apalagi kehilangan orang yang disayangi. Kehilangan itu menyedihkan. Kehilangan itu menyakitkan. Kehilangan itu menyisakan ruang hampa di hati. Meski begitu, tiap orang berbeda-beda dalam merespon sebuah kehilangan. Tergantung bagaimana ia memandang kehidupan.

Baru saja dua orang temanku mengalami peristiwa kehilangan. Teman pertama kehilangan anak pertamanya yang baru saja dilahirkan. Belum sempat ia memberikan air susunya buat bayinya. Bahkan belum lagi ia mendengar tangis si bayi, Alla swt telah mengambilnya kembali.

Tidak sampai dua jam pasca dilahirkan, bayi itu meninggal dunia. Inna lillahi wa inna laihi raji’un. Kabar dari bidan yang menangani proses melahirkan temanku itu, respon ibu si bayi melegakan. Ia tidak bereaksi yang menyebabkan kondisinya mengalami bahaya Tentu ia bersedih, tapi tidak menangis meronta-ronta.

Sebab bila itu terjadi, maka besar kemungkinan ia akan mengalami pendarahan hebat. Ia pasti bersedih atas kehilangan itu. Tapi dengan respon yang ia berikan, tampak bahwa ia menerima ketetapan Allah swt. Semoga Allah swt segera mengganti bahkan dengan yang lebih baik, amin.

Seminggu kemudian, teman kedua kembali mengalami kehilangan. Anak ketiganya yang berumur enam bulan meninggal dunia, dipicu karena terlambat terdeteksi kena sakit demam berdarah. Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun.

Baru dua hari sebelumnya aku berkunjung ke rumahnya, mengkaji Islam yang rutin kami laksanakan tiap minggu. Aku masih melihat anaknya dengan wajah merah, sedang demam dalam gendongan uminya yang sedang mengisi kajian aku dan dua orang teman lainnya.

Setiap minggu bertemu si bayi. Meski tidak seratus persen, tapi sebagain rasa sedih keluarga mereka juga kurasakan. Tak percaya rasanya, karena dua hari sebelumnya masih melihat wajahnya.

Cobaan temanku yang satu ini tak hanya itu. Anak keduanya juga sedang di rawat di rumah sakit, karena terkena typus. Aku tidak bertakziyah ke tempat jenazah si bayi di urus, karena tergolong cepat dikebumikan. Aku menjenguk temanku itu di rumah sakit tempat anak keduany dirawat.

Di sana kulihat matanya yang bengkak bekas menangis. Namun ia tetap bersikap wajar, tak murung, tak menunjukkan sedih yang menyakiti dirinya. Ia merawat anak keduanya dan mendampingi anak pertamanya dengan baik. Semoga mendapat kebaikan berlimpah atas kesabaran ia dan keluarga. Semoga bertemu kembali dengan anaknya di syurga. Amin

Pernah perstiwa kehilangan yang sama terjadi pada teman yang lain. Anak ketiga temaku itu meninggal dunia sebelum dilahirkan dalam usia tujuh bulan. Sementara jarak usia anak kedua dengan adik yang belum dilahirkan memang cukup dekat. Temanku itu berkata, bahwa anak keduanya belum mau punya adik, makanya anak ketiganya meninggal.

Ini salah satu respon yang berbeda itu. Saya tak kalah bersedih saat ia kehilangan anaknya. Tapi prasangka itu sungguh tidak sesuai Islam. Segala keputusan ada di tangan Allah swt, bukan di tangan manusa apalagi bayi, yang bisa menghilangkan nyawa karena tidak menginginkan keberadaan yang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline