Lihat ke Halaman Asli

Aris Heru Utomo

TERVERIFIKASI

Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Dialog Imajiner bersama Putra Sang Fajar

Diperbarui: 8 Juni 2020   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bung Karno di cover majalkah Newsweek 15 Februari 1965/dokpri

Pertama-tama saya ingin menyampaikan pemberitahuan bahwa cerita yang saya tulis ini cukup panjang, jadi mohon siapkan waktu agar bisa selesai membacanya.

Matahari mulai tergelincir meninggalkan batas median, bergeser dari tengah-tengah langit, menuju arah tenggelamnya di barat.

"Telah tiba waktu sholat dzuhur," ujarku dalam hati, sambil mengayunkan langkah menaiki anak tangga menuju lantai empat gedung kantorku yang letaknya masih di dslam komplek kantor kepresidenan. Lantai empat yang kumaksud bukanlah lantai bangunan yang sesungguhnya, tetapi atap bangunan yang terbuka. Di atap ini terdapat sebuah mushola minimalis khusus pegawai yang baru saja dibangun pada awal tahun 2020. 

Seorang pegawai pria terlihat tengah duduk di kursi besi yang disediakan sambil membuka sepatunya. Sementara seorang pegawai lainnya tengah mensucikan diri dengan wudhu. Aku pun bersegera melepas sepatu yang kupakai, menggantinya dengan sandal jepit dan ikut berwudhu. Setelah itu melaksanakan sholat dzuhur berjamaah.

Usai sholat, aku memilih untuk tetap di atap gedung di lantai empat dan sejenak memandangi kawasan istana kepresidenan yang terletak di sebelah barat. Dari tempatku berdiri tampak kulihat atap-atap bangunan di kawasan istana yang mirip satu sama lain.  

Dari beberapa atap bangunan yang tampak tersebut, terlihat barisan bendera merah putih berkibar di atas sebuah bangunan. "ehmm ... itu pasti bendera yang ada di Istana Negara," pikirku. Aku hanya bisa mengira-ngira karena tidak tahu persis tata letak bangunan-bangunan yang ada di kawasan istana.

Di sebelah kanan barisan bendera, kulihat sebuah menara masjid menjulang. "Nah kalau menara itu pasti dari masjid Baiturahim yang digunakan para pegawai di lingkungan istana untuk melaksanakan sholat, termasuk sholat Jumat yang sudah beberapa waktu terakhir tidak dilaksanakan." pikirku lagi.

"Benar, menara yang terlihat dari sini adalah menara masjid Baiturahim yang terletak di sebelah barat Istana Merdeka. Aku yang berinisiatif membangun masjid tersebut pada 1959. Aku pula yang menunjuk R.M Soedarsono sebagai arsitek pembangunan masjid itu.

Ia adalah arsitek yang antara lain pernah membangun Monumen Nasional  dan Museum Sejarah," ujar seseorang yang tiba-tiba sudah berada di sampingku.

Aku pun menoleh ke sumber suara dan melihat sosok gagah dan berwibawa dengan senyum khas di wajah. Ia mengenakan stelan baju safari senada dan mengenakan peci hitam. Rasanya aku kenal dengan sosok orang ini. Gambar wajahnya mudah dijumpai di banyak tempat.

Bahkan saat kampanye pemilihan presiden ataupun anggota legislatif, gambar wajahnya selalu tampil di  berbagai spanduk dan poster meski ia tidak ikut dalam pemilihan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline