ANALISIS SENTIMEN DAN WACANA PUBLIK DI MEDIA SOSIAL TERHADAP KEBIJAKAN KENAIKAN TARIF PBB-P2 KABUPATEN PATI TAHUN 2025
Penulis: Usman Arifin M, SH, MH
Abstrak
Kebijakan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Kabupaten Pati tahun 2025 menimbulkan dinamika respon publik, khususnya melalui media sosial. Artikel ini menganalisis sentimen dan wacana publik terhadap kebijakan tersebut dengan pendekatan yuridis-sosiologis. Melalui analisis data media sosial, ditemukan bahwa mayoritas wacana publik bernuansa negatif, dipengaruhi oleh persepsi beban ekonomi, transparansi pemerintah daerah, serta keadilan distribusi pajak. Studi ini menunjukkan bahwa partisipasi publik dalam kebijakan fiskal lokal tidak dapat dilepaskan dari ruang digital, sehingga pemerintah daerah perlu membangun komunikasi yang lebih transparan, responsif, dan berbasis partisipasi warga. ebijakan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Kabupaten Pati tahun 2025 menimbulkan dinamika sosial dan hukum yang menarik untuk dianalisis. Di satu sisi, kebijakan ini didasarkan pada kewenangan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sekaligus menjadi instrumen penting bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Di sisi lain, kebijakan tersebut memunculkan reaksi publik yang kuat, khususnya di media sosial yang kini berfungsi sebagai arena utama bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi, mengkritisi kebijakan, sekaligus membangun wacana alternatif.
Analisis sentimen menunjukkan kecenderungan dominasi respons negatif, di mana masyarakat menyoroti beban ekonomi tambahan, isu ketidakadilan, serta keterbatasan transparansi dalam proses penyusunan kebijakan. Namun, terdapat pula narasi positif dan pragmatis yang mengakui pentingnya kontribusi pajak bagi keberlanjutan pembangunan daerah. Melalui pendekatan yuridis-normatif yang diperkaya dengan analisis wacana kritis, penelitian ini memperlihatkan bahwa kebijakan fiskal daerah tidak cukup hanya sah secara hukum, melainkan juga memerlukan legitimasi sosial agar dapat diterima dan dijalankan secara efektif. Dengan demikian, penelitian ini menegaskan bahwa keberhasilan implementasi kenaikan PBB-P2 Kabupaten Pati 2025 sangat dipengaruhi oleh kualitas komunikasi publik, keterbukaan pemerintah dalam menjelaskan dasar hukum dan tujuan kebijakan, serta tingkat partisipasi masyarakat dalam proses perumusan. Media sosial dalam konteks ini bukan sekadar kanal informasi, tetapi juga ruang deliberatif yang mampu menggeser arah legitimasi hukum ke arah yang lebih responsif terhadap suara publik.
Kata kunci: PBB-P2, kebijakan pajak daerah, sentimen publik, media sosial, Kabupaten Pati
Pendahuluan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) merupakan salah satu instrumen penting dalam mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sejak dialihkan kewenangannya kepada pemerintah daerah melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah memiliki diskresi dalam menentukan tarif, klasifikasi, dan kebijakan teknis PBB-P2. Pada tahun 2025, Pemerintah Kabupaten Pati menetapkan kebijakan kenaikan tarif PBB-P2 dengan alasan peningkatan kebutuhan fiskal, terutama untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. Namun, kebijakan ini memunculkan pro dan kontra di ruang publik, terutama di media sosial yang menjadi kanal utama ekspresi masyarakat. Pajak merupakan instrumen vital bagi keberlangsungan pembangunan negara, termasuk pada tingkat daerah. Dalam kerangka otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan turunannya, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk menggali potensi fiskal melalui pajak daerah dan retribusi. Salah satu jenis pajak daerah yang berkontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Pajak ini tidak hanya menjadi sumber penerimaan, tetapi juga mencerminkan hubungan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat dalam memenuhi kewajiban hukum sekaligus memperoleh manfaat pembangunan.
Pada tahun 2025, Pemerintah Kabupaten Pati mengambil kebijakan strategis berupa kenaikan tarif PBB-P2. Langkah ini secara normatif memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), yang memberikan ruang bagi daerah untuk menetapkan tarif pajak sesuai kebutuhan fiskalnya. Pemerintah daerah berargumen bahwa kenaikan ini diperlukan untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah, memperkuat kemandirian keuangan, dan mendukung pembangunan infrastruktur serta pelayanan publik yang semakin kompleks. Namun, implementasi kebijakan fiskal tidak hanya berkaitan dengan aspek legal formal, tetapi juga berkaitan erat dengan aspek sosial, ekonomi, dan politik. Kebijakan kenaikan tarif PBB-P2 Kabupaten Pati tahun 2025 menimbulkan respons publik yang cukup dinamis, terutama melalui kanal media sosial. Di ruang digital ini, masyarakat tidak hanya menyampaikan pendapat, tetapi juga membangun narasi, mengartikulasikan kepentingan, dan menantang legitimasi kebijakan. Media sosial, dengan sifatnya yang interaktif, cepat, dan masif, telah mengubah lanskap hubungan antara pemerintah dan warga, menjadikannya sebagai "ruang publik baru" tempat lahirnya perdebatan dan konsensus.