Lihat ke Halaman Asli

Arif Rahman Hakim

Biasa-biasa saja

Kakek yang Bijaksana

Diperbarui: 15 September 2020   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekali waktu seorang anak muda sedang duduk di cakruk pinggir jalan. Sesekali ia meneguk minuman juga mengunyah camilan yang baru saja dibeli dari sebuah warung kecil yang menyediakan cakruk itu.

Tak ada mendung, tak ada petir tiba-tiba terdengar suara lantang sarat makian, hujatan dan segala hewan kebun binatang keluar dari mulutnya.

Anak muda tadi spontan berdiri beranjak dari cakruk untuk mencari sumber suara itu. Anak muda itu clingak-clinguk sembari memerhatikan lelaki paruh baya yang sedang meluapkan emosinya kepada seorang kakek.

"Kurang ajar betul lelaki paruh baya itu, nggak ada akhlak" Begitu batin anak muda kepada lelaki paruh baya itu.

Entah salah apa kakek itu hingga dimarahi segitunya. Namun begitu, ada hal yang tak biasa dimata anak muda tadi, yaitu kakek yang sedang dimarahi dengan segala macam umpatan tetapi berekspresi kalem saja. Ia tidak berbalas marah, apalagi memaki.

Lalu kakek itu melanjutkan langkah kakinya menuju jalan dimana anak muda yang duduk di cakruk tadi. Sampailah kakek itu berjalan di depan anak muda.
Apa boleh buat, anak muda itu penasaran lalu menghampiri seranya bertanya:

"Wahai kakek, mengapa waktu tadi dimarahi diumpat, dihujat oleh lelaki paruh baya, bukannya membalas, atau melakukan pembelaan, tetapi malah berekspresi biasa saja? "

Dengan senyum arif bijaksana kakek berkata: begini anak muda, tadi aku tidak bereaksi apa-apa bukan aku takut kepadanya. Bukan pula aku tak kuasa untuk melakukan pembelaan kepada diriku. Tetapi aku sadar bahwa umpatan, makian, hujatan yang baru saja ditumpahkan lelaki paruh baya tadi itu hanyalah sampah jiwa. Kalau dia buang sampah, kenapa aku harus memungutnya? apalagi hingga menelan?

Oh sangat tidak rasional kalau sampai aku melakukan hal itu. Kalau seandainya hal itu aku lakukan maka apa bedanya aku dengan dia. Tentu jiwaku jadi turun selevel, bahkan mungkin lebih rendah darinya.

Anak muda itu melongo sambil manggut-manggut memerhatikan kakek yang baru saja melanjutkan perjalanannya.

-Arif Rahman Hakim




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline