Lihat ke Halaman Asli

Aridha Prassetya

Simplicity is Greatness

"Meditasi", Marah-marah, Apa Sejatinya yang Sedang Terjadi pada Saya?

Diperbarui: 13 April 2019   21:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banyak orang mengatakan bahwa marah adalah pertanda cemas, pertanda khawatir, dan pertanda takut kehilangan sesuatu. Orang-orang juga mengajarkan bahwa dalam situasi tertentu, marah itu wajar, marah itu normal. Tetapi Tuhan Shiva mengajarkan bahwa tidak ada marah yang wajar, juga tak ada marah yang normal.

Satu lagi pelajaran menarik dalam (Shrimad) Baghwad Gita adalah, Tuhan bersabda: "Anak-anak manis, marah, walaupun itu hanya di dalam pikiran adalah perbuatan berdosa. Jangan pernah mengambil derita dan jangan pernah memberi derita. Jangan pernah membuat orang lain sengsara melalui buah pikiran, kata-kata dan perbuatan".

Sabda ini jelas. Tuhan selalu konstan, tidak pernah bersifat kadang-kadang, kadang marah kadang sabar. Tuhan tidak pernah marah. Beliau ingin, anak-anak Beliau menyadari ini dan meneladani Beliau.

Masih dalam Gita Beliau....Ada 3 petunjuk/arahan yang diikuti manusia dalam menjalani hidup, yaitu petunjuk luhur dari Tuhan (shrimad), petunjuk diri saya sendiri (manmad) dan petunjuk manusia (paramad). Yang harus diikuti, tentu saja petunjuk luhur dari Tuhan.

Beliau melarang amarah (dalam pikiran, kata-kata dan perbuatan). Jadi,...jika saya marah, hanya ada dua kemungkinan. Jika tidak sedang mengikuti petunjuk diri saya sendiri, pasti saya sedang mengikuti petunjuk manusia.

Marah adalah pertanda hilangnya power keillahian, hilangnya power ketuhanan, hilangnya power spiritualitas, atau hilangnya power keruhanian saya. Saya terseret jauh ke dalam ikatan-ikatan kesementaraan.

Membedakan antara petunjuk diri saya sendiri dan petunjuk orang lain, mungkin mudah. Tetapi, bagaimana saya bisa mengetahui bahwa yang sedang saya ikuti adalah petunjuk Tuhan dan bukan petunjuk diri saya sendiri? Mudah juga jika saya dalam kejernihan hati.

Jika saya yang tadinya damai, lalu karena ada satu dan lain hal, saya menjadi kehilangan cinta kasih, kehilangan kedamaian, kehilangan kebahagiaan, kehilangan kesucian (keikhlasan) dan kehilangan kemampuan membedakan mana kebenaran dan mana kepalsuan, itu artinya, saya sedang menjauh dari Tuhan. Saya tidak sedang mengikuti petunjuk Tuhan, sehingga kehilangan power keillahian.

Apakah saya bisa mendapatkan kembali power keillahian yang telah habis stock-nya?

Bisa. Saya masuk ke dalam keheningan, ....terhubung dengan Tuhan dan hanya berfokus kepada hubungan ini....saya ada persis di hadapan Beliau...Beliau adalah Titik Cahaya yang mampu mengusir kegelapan apapun... .saya mulai membiarkan Beliau menghujani diri saya dengan Cahaya Kasih....Cahaya Kedamaian....Cahaya Kesejukan dan Kesucian.  Sehingga, saya kembali pulih... Dalam  kebersamaan ini, saya merasakan kedamaian dan kesejukan, saya mampu melihat dengan jelas apa yang sedang terjadi. Saya mampu melihat dengan jelas mana batu dan mana permata. Saya mampu melihat dengan jelas mana asli/sejati dan mana hal-hal yang palsu dan sementara...karena saya, sejatinya, jiwa damai...

Sesederhana itu?

Ya...se-simple itu.

Terima kasih sudah membaca. Salam hormat. Semoga selalu dalam kedamaian.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline