Lihat ke Halaman Asli

Ari Budiyanti

TERVERIFIKASI

Lehrerin

Puisi Pagi

Diperbarui: 12 Oktober 2021   06:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo by Dawid Zawiła on Unsplash via Bola.com

Hanya kamu yang kunanti hingga tidur lelap. Dengan hiasan mimpi monokrom.
Hanya dan hanya kamu satu-satunya: Pagi.

Pagi yang menyisipkan seberkas sinar di antara helai rambutmu. Ketika ujung-ujungnya mengecup lembut kening dengan harmoni merdu pipit. Hanya kamu yang kuingin lihat saat membuka mata di pagi hari. Kamu yang menyayangiku.

Lelah semalam suntuk bergelut dengan rindu. Meski mentari telah menyapa bumi namun bayangnya masih enggan  beranjak pergi
Entah kenapa hati ini masih saja berdebar kala menyebut namamu

Angan ini masih saja dijejali bayangmu
Namun hatiku terhujam pedih, mengingat kita hanyalah sepenggal kisah yang harus berpisah di akhir cerita

Mengapa hanya sebait kata dalam sebaris romansa puri indahmu, asmara?
Mengapa hanya di ujung kata saja?
Satu-satunya hanya berdiri begitu jumawa dalam titis mayamu
Mampukah padamkan rasa yang ada?

Satu-satunya bak pedang bermata dua, tajam menghunus gugusan waktu dalam himpitan raguku, di manakah dirimu?
Engkau yang kunanti di pintu gerbang kota sunyi
kini hanya tinggal sepi

Ini masih di garis temu awal titian pagi
Mengapa aku telah menjadi begitu lelah sendiri
Harapan hanya bersua sebuah angan
Sehingga kutak tahu masih kuatkah menyambut yang datang kembali, sebuah pagi

...

Kolaborasi puisi: Pak Felix, Mbak Dewi, Mbak Nita, Mbak Ayu, Ari

10 Oktober 2021

16-1788




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline