Lihat ke Halaman Asli

Ardy Milik

akrabi ruang dan waktu

Merawat Ingatan, Melawan Lupa (Catatan atas Hari Hak Asasi Manusia 10 Desember 2018)

Diperbarui: 16 Desember 2018   10:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

credit photo: Lomi Dida Kini

credit photo: Ardy Milik


Merayakan Kemanusiaan

Saya pertama kali merayakan dan memperingati peringatan Hari Hak Asasi Manusia di monument Tugu HAM, ketika masih berstatus mahasiswa semester VII di salah satu Universitas swasta di Kupang-NTT, 10 Desember 2015. 

Peristiwa ini menjadi istimewa, karena dilangsungkan pada sebuah monument fenomenal dan kontraversial. Tidak terkenal. 

Tidak diketahui oleh banyak warga Kota Kupang yang tinggal di 51 kelurahan dan 6 kecamatan. Dari prosentase ini, kemungkinan hanya sekitar 5 persen yang mengetahui bahwa tugu tersebut adalah Tugu HAM.

Letak tugu ini, menempati posisi strategis di pusat Kota Kupang, tepatnya dari arah di samping Jembatan Selam jalan masuk Kampung Solor, Kel. Lai-Lai Basi Kopan Kec. Kota Lama-Kupang NTT.

Sejak pertama kali mengikuti prosesi sederhana dengan nilai luar biasa di tugu HAM-bakar lilin, pernyataan refleksi mengenai kondisi Hak Asasi Manusia kini-pembacaan puisi-Saya terus rutin mengikuti dan merayakan Hari Hak Asasi Manusia berturut-turut 10 Desember 2015-10 Desember 2018. Pesertanya datang dari berbagai kalangan, pemuka agama Muslim, Protestan dan Katolik, Akademisi, Perwakilan CSO (Civil Society Organization) Nasional, Perwakilan Organisasi Kepemudaan Naional Lokal, Perwakilan Organisasi Mahasiswa, Lembaga Penelitian, Komunitas Relawan dan pemerhati perorangan.

Pada tanggal 10 Desember 2018 pukul 19.13-21.45, kami yang sempat berkumpul terdiri dari perwakilan dari OPSI (Organisasi Perubahan Sosial Indonesia), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Wil NTT), AKMI (Aksi Kaum Muda Indonesia-Kupang), GMKI (Gerakan Mahasiswa Indonesia), PERMASTIL (Perhimpunan Mahasiswa Timor Lorosae), FMN (Front Mahasiswa Nasional-Kupang), IRGSC (Institute of Resource Governance and Social Change), J-RUK Kupang (Jaringan Relawan untuk Kemanusiaan-Kupang), KFK (Komunitas Film Kupang) dan Mas Gus Noy. Berjumlah sekitar 20-an orang laki-laki dan perempuan. Merayakan kemanusiaan dengan membakar lilin, merefleksikan peringatan Hari Hak Asasi Manusia, dan membacakan empat puisi, mengheningkan cipta bagi para korban kejahatan kemanusiaan, terutama bagi yang menjadi korban penembakan di Nduga-Papua dan mengakhirinya dengan membacakan puisinya Wiji Tukul, 'Peringatan' Solo,1986. 

Dalam kesempatan ini, Domi Karangorang (WALHI Wil. NTT) menyatakan 'Merayakan kemanusiaan tidak saja dirayakan dalam momentum tertentu atau tempat tertentu, tetapi perayaan kemanusiaan adalah perayaan yang harus dirayakan setiap harinya'. Lanjut Domi, momentum perayaan HAM adalah upaya membangkitkan perlawanan atas 'memoria passionis'-ingatan akan penderitaan- yang menjadi awan kelabu dalam sejarah perjalanan bangsa Indoesia. Maka, moment Hari HAM adalah tonggak dalam membangkitkan kesadaran manusia negara bangsa Indonesia untuk menuntut negara menuntaskan pelanggaran-pelanggaran HAM sejak masa 1965 sampai peristiwa pembunuhan 30 orang di Nduga. Ya! Selama napas berhembus, jantung berdetak kemanusiaan adalah jiwa dan juang adalah langkah. 

Refleksi atas perayaaan kemanusiaan ini makin berkembang dari waktu ke waktu. Kesadaran kritis dalam wujud pengakuan terhadap keberadaan sesama manusia menjadi keharusan. Negara sebagai penjamin hak hidup khalayak, wajib melindungi hak warganya dan mengusut tuntas semua pelanggaran Hak Asasi Manusia dari masa ke masa.

 Usaha merawat ingatan demi melawan lupa, kian menjadi tonggak dari perayaan kebebasan dan kemerdekaan manusia ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline