Lihat ke Halaman Asli

Kita Harus Bentengi Diri dari Paham Radikal

Diperbarui: 14 Juni 2019   06:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

IDN Times

Mungkin dari kita sebagian ingat dengan nama Bahrum Naim. Seorang muda asal Jawa Tengah yang diduga menjadi otak bom Sarinah 2016. Kabar terakhir menyebutkan bahwa dia tewas di Suriah dalam satu pertempuran ISIS dengan pemerintah Suriah.

Terlepas dari benar atau tidaknya soal tewasnya di Suriah itu, mungkin kita bisa telaah kembali sosok Bahrum Naim, terutama agar generasi penerus kita jauh dari pengaruh negative dari sekitar. Entah itu teman kuliah, kerabat maupun seseorang yang dikenal kemudian. Pergaulan dan apa yang mereka akses harus tetap kita pantau agar mereka jauh dari pengaruh negative.

Bahrum Naim adalah pemuda yang lahir di Pekalongan dan kuliah di jurusan computer Universitas Negeri Surakarta (UNS). Dia memiliki beberapa istri dan dua anak yang kabarnya dibawa ke Suriah. Bahrum Naim kemudian dikenal banyak orang sebagai orang yang mengenal radikalisme dari internet.

Lebih jauh dari itu, selain mengenal radikalisme, dari internet pula Naim mendapat pengetahuan soal cara merakit bom, dari internet juga. Tak hanya itu kemudian dia juga menuliskannya dalam e-book dan disebarkan secara bebas kepada pihak-pihak yang merasa tertarik. Buku itu semacam otobiografi yang berkisah tentang dirinya.

Apa yang dilakukan oleh Naim adalah penyebaran radikalisme menggunakan teknogi dan tidak secara konvensional. Penyebaran paham radikal ini jauh lebih berbahaya dibanding dengan cara lama. Karena dengan membaca e book saja di laptop miliknya, seseorang bisa saja terinspirasi dan kemudian terpengaruh oleh apa yang ditulis oleh Naim. Jadi seseorang hanya perlu di bilik warnet atau menghadap laptop miliknya seseorang membaca tulisan Naim, terinspirasi dan selama beberapa waktu mempelajari dan kemudian mungkin dia menjadi radikal. Sehingga dengan bantuan teknologi, seseorang bisa saja menjadi radikal secara silent dan tidak heboh.

Dengan keadaan seperti ini maka radikalisme bisa menjadi bom waktu yang siap meledak apabila waktunya tiba. Karena dia berkembang dengan cepat secara diam-diam dan akhirnya berjumlah banyak.

Kondisi ini mau tidak mau membahayakan negara dan bangsa. Tidak saja karena bangsa ini ada dan dibangun berdasarkan perbedaan tetapi juga karena konteks bernegara kita memang heterogen dan bukan homogen. Ini juga sejalan dengan negara-negara di kawasan Asean yang memang menjadi perlintasan beberapa budaya dan kepercayaan. Kita lihat misalnya Malaysia, seain dari Melayu penduduknya banyak yang berasal dan China dan India. Begitu juga Singapura yang multietnis. Indonensia jauh lebih multicultural dibanding dua negara contoh tersebut.

Sampai di sini, maka mungkin kita harus waspada dengan penyebaran faham radikalisme melalui internet. Kita harus bentengi diri dan keluarga kita dari faham tersebut.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline