Lihat ke Halaman Asli

Anthony Tjio

TERVERIFIKASI

Retired physician

Haji Hasan Pembawa Bedug Masjid dari Armada Cheng Ho 1414

Diperbarui: 14 Juli 2015   00:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Dug, dug, dug”.

Suara pukulan bedug yang kedengarannya menggema mantap dari kejauhan maupun kedekatan, merupakan suara yang melegakan hati setelah menjalani sehari puasa dimasa Ramadhan. Legendanya tambur besar yang merupakan alat tanda waktu magrib dan buka puasa disetiap masjid itu adalah bersama dengan Armada Tionghoa Ming yang dipimpin oleh Laksamana Mahmud Shamsuddin Cheng Ho dari Tiongkok datang di Nusantara, maka sampai sekarang bedug tersebut dikaitkan dengan jasa pengekspornya Cheng Ho bagi umat Islam Nusantara diabad 15 Masehi. 

Disini sekedar membedah sejarah kejadian itu, bagaimana asal usulnya dan bagaimana juga kebenarannya. 

Kita mulai dari menelusuri latar belakang Cheng Ho, keturunan Muslim yang menurut pandangan umum pantas sebagai pembawa bedug masjid tersebut, sebab Laksamana Armada Ming diabad 15, Mahmud Shams ed-Din Cheng Ho kelahiran didaerah Kunming Yunnan di barat daya Tiongkok yang eyangnya, Sayyid Ejjal Shams ed-Din Omar سید اجل شمس‌الدین عمر  (1211-1279), menurut Catatan Tartar, Shams ed-din merupakan warga Ahl al-Bayt dari keturunan keponakan dan anak menantu Rasullulah SAW, Ali ibn Abi Talib علي بن أبي طالب yaitu Khalifah Ar-Rashyidin (pemimpin pertama agama Islam) yang keempat dan terachir setelah Nabi Muhammad wafat. 

Keluarga Shams ed-Din dipimpin oleh neneknya (Shams ed-Din Omar al-Bukhari) dan ayahnya (Kamal ed-Din) membawa pasukannya menyerah dan menggabungkan diri kepada Mongol Tartar sewaktu Genghis Khan menyerbu dan menumpas Khwarizmi Shah, dengan itu mereka dibawa dari Khwaresmi (sekarang Bukhara, Uzbekistan) sebagai tahanan perang oleh Genghis Khan ke Yanjing (sekarang Beijing, Tiongkok). Sayyid Ejjal mulai masuk dalam pemerintahan dan menjabat bendahara kerajaan Tartar pada tahun 1259, yang kemudian diusia tuanya dikirim ke Yunnan untuk menjabat gubernur di Yachi dibekas Kerajaan Dali yang baru dicakup oleh Tartar Kublai Khan pada tahun 1274. Sewaktu di Yunnan, Sayyid Ejjal meng-islamisasi sedikit-dikitnya sejuta penduduk bekas Kerajaan Dali tersebut yang kebanyakannya merupakan Tionghoa keturunan Semu (serba ragam orang asing Sogdiana dan Gujarati) yang berniaga teh dan sutra melalui Jalur Selatan. Kedudukan gubernur itu menurun sampai Melik Tekin (Haji Ma) ayahnya Mahmud Shams ed-Din Cheng Ho pembela sisa Tartar Pangeran Basalawarmi sebelum dimusnahkan oleh pasukan Ming, yang akibatnya Mahmud yang terlahir di Yunnan itu menjadi tawanan perang dan dijadikan kasim pengabdi Istana Ming di Nanjing, sewaktu beliau hanya berusia 10 tahun pada 1381. 

Sebelum Sayyid Ejjal dianugrahi gelar Raja Dian-yang (Dian adalah nama kecil Yunnan dan ‘yang’ berarti utara) gubernur Yachi (Kunming, Yunnan) oleh Kublai Khan, pernah menjabat kepala daerah di Chang’an (sekarang Xi’an), bertahun-tahun disana beliau berjasa memperkembangkan ajaran Islam dan melestarikan salah satu masjid tua setempat yang didirikan ditahun 705, yaitu Masjid Gang Kaji Besar.

Xi’an merupakan salah satu kota tua yang sejak 2000 tahun lalu sudah menjadi ibukota Dinasti Han, dari sanalah terbukanya Jalur Perniagaan Karavan Unta yang dikemudian hari disebut Jalur Sutra diabad ke-2 Masehi. Xi’an mencapai puncak kemakmurannya sewaktu menjadi ibukota Dinasti Tang diabad 7 Masehi, merupakan metropolitan yang terbesar didunia dengan penduduk sedikit-dikitnya sejuta orang dan pusat perniagaan internasional dengan ratusan ribu pedagang Semu yang datang dari Barat melalui Jalur Sutra pada waktu itu. Disana didirikan dua pasar perdagangan, Pasar Timur disebelah timur Istana Tang memperdagangkan teh, sutra, ceramik dan lain-lain produk dalam negeri untuk diekspor dan, Pasar Barat disebelah barat Istana Tang merupakan pemukiman saudagar mancanegara dengan barang-barang impor mereka. Dengan demikian juga banyak masjid yang didirikan dibagian barat kota sejak masa itu, yang sekarang masih tersisa 7 masjid disana, diantaranya adalah Masjid Agung Xi’an yang tersohor dan Masjid Gang Kaji Besar yang akan diperhatikan disini.

Sekarang tiba pada masalah tambur besar dari Tiongkok yang menjadi bedug pemanggil shalat umat Islam di Nusantara itu. Pastinya bedug bukan penemuan atau ciptaan Tionghoa, sudah diketemukan keberadaan tambur dikebudayaan Mesopotamia (Irag) sekitar 6000 tahun lalu. Semula bedug merupakan alat tabuh pembangkit semangat serdadu dan tanda perintah penyerbuan diwaktu perang sejak purba kala, yang kemudian juga menjadi alat musik. Masuknya bedug di Tiongkok diperkirakan juga selama itu dijaman kebudayaan purba lebih dari 4500 tahun lalu, yang kemudian dari alat perang menjadi tanda pemberi waktu di-vihara setelah masuknya ajaran Buddhis dijaman Dinasti Han 2000 tahun lalu, sejak itu menjadi budaya Tionghoa yang membunyikan genta didini hari dan memukul bedug pada magrib.

Diatas telah disebutkan Pasar Timur dan Pasar Barat yang membelah Xi’an dijaman Tang. Sejak zaman itu sudah dibangun gerdu pemberi tanda waktu kota didepan Istana Tang yang terletak dipertengahan kota Xi’an, pukul genta didini hari dan pukul bedug pada senja hari. Namun setelah jatuhnya Tang dan ratusan tahun kemudian, melalui kerusakan total kota Semula Xi’an oleh serbuan Tartar diabad 12, meskipun sudah ada pembangunan kembali oleh Sayyid Ejjal Shams ed-Din sewaktu berdinas disana pada abad 13, tidak juga dibangun kembali gerdu tambur itu, sampai 13 tahun setelah berdirinya Dinasti Ming diabad 14, pada tahun 1380, ditengah kota Xi’an bekas situs Istana Tang itu dibangunlah Gerdu Tambur Besar baru untuk pemberi tanda waktu kota yang masih berdiri disana sampai hari ini. Cheng Ho kebetulan bersinggah di Xi’an dalam rangka tilik asal leluhurnya pada tahun 1412, dan Tambur Besar Xi’an tersebut menjadi prototipe bedug dimasjid Nusantara.

Ada diceritakan bahwa datangnya bedug bersama Armada Cheng Ho. Asal usul adanya pelayaran Cheng Ho bisa diceritakan sebagai berikut. Setelah Kaisar Ming Yongle berhasil kudeta merebut tahta dari keponakannya ditahun 1402, memerintahkan pembentukan armada militer raksasa untuk memerangi sisa Mongol Tartar yang bangkit sebagai kekuatan Timur di India, juga dengan misi memburu mantan Kaisar Jian-wen yang berhasil lolos ke-Hormuz setelah tahtanya direbut. Armada Ming tersebut dipercayakan kepada tiga laksamana sarbon yang di-Sinisasi-kan ‘Sam Po’ (Cheng Ho, Ong Khing Hong dan Ho Sian) sebagai duta besar Ming, yang diantaranya Sam Po Cheng Ho yang diutus sebagai ‘Wali Kaisar’ untuk memimpinnya, dengan demikian Armada ‘Penjelajah Lautan Asing’ Ming tersebut pada umumnya dikenal sebagai Armada Cheng Ho dikemudian hari. Segera armada dibentuk pada tahun 1402, Cheng Ho diutus membawa armadanya ke Jepang supaya Shogun menanggulangi masalah perompak Ronin yang selama itu merongrong pesisir Tiongkok, dan pada tahun selanjutnya 1403, Cheng Ho berlayar menuju Siam (Thailand) untuk percobaan sebelum Pelayaran Perdana ke Lautan Barat (Lautan Hindia dibaratnya Kerajaan Lambri, Aceh) pada tanggal 11 Juli 1405, armada tersebut achirnya dibubarkan pada tahun 1434 setahun setelah Cheng Ho meninggal dunia. Dari 1402-1434 keseluruhan pelayaran Armada Ming tersebut sebanyak 11 kali, diantaranya 9 kali dipimpin Cheng Ho disertai dua Sam Po lainnya, dan 2 kali dipimpin oleh Sam Po lain tanpa Cheng Ho. Masih banyak pelayaran rombongan detasemen yang belum jelas perinciannya seperti yang pernah menuju Luzon, Brunei, Mecca, Mogadishu dan lain-lain, mungkin juga ada yang menyasar sampai di Australia, Eropah Barat maupun suatu tempat disebelah timur Benua Amerika, sebelum Columbus.

Sejak Cheng Ho diberi kuasa untuk berlayar ke Hormuz, walau sudah berlayar tiga kali, sejauh armada mencapai hanya di Sri Langka. Sekembalinya Cheng Ho dari pelayaran ke-3 (1409-1411), segera diperintahkan lagi oleh Kaisar yang tidak puas untuk mempersiapkan armada yang lebih besar demi menyelesaikan misinya. Dalam waktu dua tahun mempersiapkannya, selain membentuk armada yang sekali-kalinya terbesar, juga perlu mencari ahli paham kebudayaan Timur Tengah dan mahir bahasa Arab sebagai pandu pelayaran ke-4-nya, dan Cheng Ho menemukannya calon itu di Xi’an setelah gagal mencarinya dimana-mana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline