Lihat ke Halaman Asli

Film Ada Apa dengan Cinta (2002) dan Masalah Kekerasan pada Anak

Diperbarui: 3 Februari 2024   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Adanya sebuah film adalah bukan hanya untuk menghibur penonton, namun juga sebagai sarana penyaluran informasi, pendidikan, dan isu-isu sosial yang ada. Film Indonesia telah memantapkan eksistensinya di industri film sejak awal. Dengan memasukkan unsur realis pada film mampu membuat film Indonesia memikat para penonton. 

Ada Apa Dengan Cinta adalah film romantis tahun 2002, disutradarai oleh Rudi Soedjarwo, dan diperankan oleh artis-artis ternama salah satunya Nicholas Saputra---sebagai Rangga dan Dian Sastrowardoyo---sebagai Cinta. Film ini meraih kesuksesan besar hingga meraih penghargaan sebagai 'Film Terpuji' dari Festival Film Bandung. Bahkan film ini telah dirilis di negara tetangga dengan judul 'What's Up With Love'.

Film ini berisikan berbagai pemahaman mengenai negara Indonesia, isu-isu sosial dan nuansa budaya yang ada. Salah satunya mengenai masalah kekerasan dalam rumah tangga yang dialami seorang tokoh yang ada di dalam cerita. Film berawal dengan Cinta yang sangat suka menulis puisi, dan ketika ada lomba puisi di sekolah, ia beserta teman-temannya---Maura, Milly, Carmen dan Alya yakin bahwa Cinta akan memenangkan lomba ini seperti sebelum-sebelumnya. Tapi tak disangka, sebuah nama baru muncul, Rangga. 

Rangga adalah siswa yang memiliki kepribadian introvert dan sangat suka membaca. Sejalannya dengan waktu, Rangga dan Cinta semakin dekat. Hingga Cinta mulai sering menghilang dari lingkaran sahabat-sahabatnya. Dalam film diceritakan bahwa tokoh 'Alya' salah satu sahabat sering mengalami kekerasan di rumah. Keberadaan sahabat-sahabatnya cukup membuat Alya terkadang bisa menghela nafas sejenak, namun sejak bersama Rangga, Cinta lupa akan kondisi Alya dan tak berpikir bagaimana mental Alya.

Orang tua Alya diceritakan sering bertengkar dan Alya sering menjadi pelampiasan amarah Si Ayah. Hingga suatu hari Alya mengalami kekerasan sekali lagi, dan Alya meminta Cinta untuk datang, namun hari itu Cinta ada janji jalan dengan Rangga. Cinta berbohong dan selesailah percakapan itu bersama dengan pikiran gelap tokoh Alya untuk berusaha mengakhiri diri. 

Sangat disayangkan, bahwa kisah ini bukan hanya adegan yang ada di film namun benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata. Kekerasan yang terjadi pada anak sering terjadi dalam lingkungan keluarga. Menurut Miller dan Perrin (2007) bahwa keluarga pada umunya adalah tempat yang paling aman untuk mendapatkan materi dan pengetahuan, tapi benar juga bahwa keluarga adalah tempat sebagian besar penganiayaan terhadap anak terjadi (Sulistyaningsih, 2006).

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah semua bentuk aktivitas yang dilakukan seseorang atau lebih terhadap orang lain yang terjadi dalam lingkup rumah tangga (S. Dewi, 2020). Perbuatan pelaku dapat berupa kekerasan fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman, tindakan agresif atau pemaksaan, dan perampasan. Padahal Indonesia telah menetapkan sanksi untuk pelanggar. Namun hasil rekap Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sudah tercatat 15.921 kasus kekerasan terhadap perempuan dalam 18 bulan terakhir (Beautynesia, September 2023). Padahal telah tertulis dalam pasal 44 ayat (1) UU Nomor 23 tahun 2004 mengenai ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda 15 juta untuk pelaku. Namun tetap saja banyak terjadi kasus kekerasan ini. 

Kekerasan pada anak merupakan masalah yang sangat serius yang sering terjadi. Hal ini tak dapat disepelekan karena dapat berdampak pada kesehatan fisik bahkan mental pada anak. Kekerasan adalah pelanggaran hak asasi manusia, dapat meninggalkan cedera fisik, trauma, dan gangguan psikologis atau mental (Nasution, 2016). Kesehatan berbanding lurus dengan kesehatan fisik (Nurfaizah, 2023). Kesehatan mental seseorang akan sangat mempengaruhi fisik dan cara berpikirnya.

 Jika seseorang tidak bisa mengendalikan stresnya maka akan berdampak pada ia menjalani hidupnya sehari-hari. Sehingga kesehatan mental tiap orang sangat berharga, namun terkadang seseorang tinggal di lingkungan yang dapat membuat mentalnya tak stabil. Dalam film, Alya tinggal dengan keluarga yang sudah sering mengalami pertengkaran, bahkan ia sendiri mengalami kekerasan oleh Si Ayah. Ini yang membuat Alya memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidupnya. Adegan ini membuktikan bagaimana besarnya pengaruh kesehatan mental seseorang terhadap kehidupannya. 

Usia remaja adalah masa peralihan emosional sehingga jika seorang remaja tidak mampu mengendalikan emosionalnya maka akan menimbulkan masalah. Remaja akan mudah merasa putus asa dengan hidup dan mengalami depresi. Menurut Beck dan Alford (2009) depresi adalah gangguan psikologis yang ditandai oleh penyimpangan perasaan. 

Seseorang yang mengalami depresi akan merasakan kesedihan, kesendirian, dan mulai berpikir buruk tentang semuanya. Adegan Alya yang menelepon Cinta sambil menangis, menunjukkan bahwa Alya mulai merasa berputus asa, ditambah dengan penolakan Cinta untuk datang membuat Alya mulai berpikir mengambil tindakan bunuh diri. Tindakan ini mungkin disebabkan rasa putus asa dan depresi yang dimiliki Alya. Namun di film Alya berhasil selamat dari tragedi tersebut. Mengutip dari Alodokter, orang yang ingin bunuh diri tidak selalu mengatakan secara gamblang bahwa ia ingin mengakhiri hidupnya. Terkadang orang itu hanya telah merasa lelah dan merasa tak ada siapa pun di sisinya. Karena inilah teman-teman Cinta yang lain menyalahkan Cinta yang tak memilih untuk bersama Alya pada saat itu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline