Lihat ke Halaman Asli

Annisaa Ganesha

Kumpulan Mahasiswi Ideologis

Manusia Bukan Pencipta Hukum, Sejatinya

Diperbarui: 30 Oktober 2019   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Materi pasal sudah melalui semacam batu uji yang berpedoman pada Pancasila, konstitusi, nilai-nilai budaya, dan hukum-hukum yang berlaku di dunia yang beradab. Materinya relatif lebih baik." kata Suparji, Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, kepada medcom.id, Minggu, 22 September 2019. Suparji mendukung Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). 

Ia menilai sejumlah aturan baru dalam RKUHP lebih baik ketimbang KUHP warisan Belanda. Ketua Harian Tanfidziyah, Robikin Emhas, mengatakan bahwa RKUHP memang memiliki kekurangan. Akan tetapi menurutnya ada kelebihan yang patut diapresiasi, yakni dengan segala kelebihan dan kekurangannya RKUHP adalah karya anak bangsa dan akan disahkan sebagai UU dalam Sidang Paripurna DPR. RKUHP juga dinilai mengacu pada kondisi masyarakat Indonesia saat ini serta perkembangan zaman.

Berbeda dengan pandangan mahasiswa. Para mahasiswa yang menolak pengesahan RKUHP menilai bahwa RUU ini dibuat secara tergesa-gesa dan terburu-buru disahkan. Sedangkan kajian mengenai kontennya belum dibahas secara mendalam, banyak pasal yang ditinjau masih bermasalah dan memiliki arti ganda. DPR pun dinilai gagal dalam mewakilkan suara rakyat. Menanggapi hal ini, Bambang Soesatyo, Ketua DPR, mengatakan bahwa pihak DPR telah memutuskan untuk menunda pengesahan RKUHP, sehingga tak ada lagi aspirasi yang harus disampaikan.

Masyarakat yang selama ini sudah geram dengan kinerja wakil rakyat juga ikut mencurigai ketergesaan pengesahan RKUHP. Mengapa tiba-tiba akan disahkan menjelang berakhirnya masa jabatan DPR 2014/2019? Kepentingan apa yang hendak mereka kejar?

Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang subjektif dan oportunis. Pandangan antarmanusia berbeda-beda sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Maka tak heran, dalam membuat aturan perundang-undangan pun setiap pihak dalam masyarakat maupun pemerintah memiliki pandangan yang berbeda. Hal ini dikarenakan lemahnya akal manusia sehingga tidak mampu untuk memahami hakikat dari segala sesuatu, sehingga tidak memungkinkannya untuk menentukan apa yang benar dan apa yang salah.

Jika demikian, bagaimana manusia bisa menentukan kebenaran? Tentunya dari pihak yang tidak punya 'kepentingan' sama sekali. Dialah Pencipta manusia, yang mengetahui apa yang baik dan buruk untuk manusia dengan memberikan segenap aturan untuk membimbing manusia dalam menjalani kehidupannya. Dan hanya keimananlah yang mampu mendorong manusia untuk tunduk pada aturan tersebut.

Telah banyak kerusakan yang terjadi di muka bumi ini disebabkan oleh aturan buatan manusia yang hanya mengandalkan uji coba dan akalnya yang terbatas. Apakah kita mau beruji coba pada nyawa manusia, makhluk hidup, dan alam? Tapi sayangnya, sistem yang diterapkan hari ini membawa kita jauh sekali dari Islam. Apa yang menurut Islam benar, belum tentu menurut aturan negara benar.

Maka, sejatinya manusia bukanlah pembuat hukum. Hanya Allahlah yang mampu membuat hukum untuk seluruh manusia. Hukum buatan manusia pasti memiliki kecacatan dan tidak akan terlepas dari kepentingannya, sehingga untuk apa kita percaya pada sesuatu yang tentatif? Bukankah lebih baik kita kembali kepada Hukum Allah? // af




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline