Lihat ke Halaman Asli

Neraka "Brexit" (Brebes Exit) dan Solusinya

Diperbarui: 9 Juli 2016   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Brebes Exit, sumber gambar : kompas.com

Bila British Exit menghebohkan dunia, ternyata "Brexit" (Brebes Exit) rasa lokalpun juga menghebohkan Indonesia, terjadi korban dan semua saling berdebat siapa yang harus dipersalahkan, yang dipersalahkan juga saling lempar bola.

Langsung saja to the point, dari sekian banyak penyebab, penyebab utama terjadinya neraka "Brexit" hanya 2 :

1. Jumlah mobil yang melebihi kapasitas dan tidak bisa diprediksi sebelumnya, jalan tol ada batasnya, saat terjadi lonjakan luar biasa dalam waktu singkat, kemacetan adalah keniscayaan.

2. Pengaturan jalan yang tidak terkoordinasi, bila pengaturan buka tutup, contra flow dll berjalan dengan baik, tentu macet akan terurai, contoh :

  • Bila di "Brexit" sudah macet 5km/volume kendaraan yang masuk cikampek sudah diluar batas, maka hentikan mobil yang mau masuk cikampek dan alihkan ke pantura,
  • atau stop arah ke Brebes, dan minta mobil2 itu keluar di pintu2 tol sebelumnya untuk lewat pantura/jalur biasa
  • contra flow (mengambil sebagian jalur tol yang ke jakarta) jelas harus diterapkan semaksimal mungkin, dan hal ini tidak terlihat di foto2 kemacetan kemarin (arah brebes penuh, arah jakarta kosong melompong).

Bahkan seharusnya hanya dengan menjalankan poin 2 abc saja, dijamin macet terurai.

Perpanjangan jalan tol seperti yang dikatakan Pak Jokowi, memang membantu,  tetapi bukan solusi 100%, karena volume kendaraan setiap tahun semakin naik, maka tetap akan terjadi sumbatan-sumbatan kemacetan di setiap pintu exit yang strategis = kemacetan terbagi rata = tetap macet.

Prof Denny Indrayana mengajukan solusi sistem pembayaran tol otomatis dengan cara memasang alat di mobil masing-masing dengan saldo yang bisa diisi ulang, bila mobil tanpa alat/saldo habis, maka secara otomatis tagihan akan dikirimkan ke pemilik mobil.

Terdengar keren dan canggih, tetapi tidak akan bisa diterapkan di Indonesia, karena apa? Karena tingkat pendidikan yang berbeda. Dijamin banyak yang tidak pasang alat/saldo habis, lalu pasang plat nomor palsu sehingga tidak teridentifikasi mobil siapa yang suka menobos tol, hahaha...

Solusi tol digratiskan juga terdengar hebat, sekaligus aneh. Dengan digratiskan, bukankah malah semakin gila volume kendaraan yang akan masuk tol?

Masalah utamanya bukan di pintu tol, pintu tol menghambat iya, tapi bukan berarti kalau gratis /bayar elektronik = kendaraan tidak numpuk. Tetap numpuk karena masalah utama ada di volume/jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas.

Jadi bagaimana alternatif solusinya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline