Lihat ke Halaman Asli

[Part 1] Tak Kurasakan Lagi Cintamu untukku

Diperbarui: 20 Februari 2020   11:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: keepo.me

Sengaja hari ini aku mendesaknya. Suamiku yang dulu penuh kasih sayang dan wibawa. Kini kosong dimataku.

Mas Rangga tak kuhargai lagi sejak itu. Sejak ia membohongiku demi mendapatkan pinjaman modal dari Kakaknya.

Semua terungkap ketika Ibunya berkunjung kerumah kami. Beliau sudah tua renta, ke kamar mandi pun sulit, harus ku bopong dan tak bisa kutinggal. 

Bukan aku tak menerimanya, kehidupan kami cukup pas-pasan. Anak kami pun masih bayi saat itu. Usianya baru saja 1 tahun. Sebut saja namanya Ali. 

Ali, anakku yang sangat sulit aku tinggal-tinggal. Diusianya saat itu, Ali masih gencar menyusu ASI. Antara ragu dan bimbang, akhirnya aku bersedia merawat Ibu mertuaku itu. 

Setiap hari, Ali menangis. Dalam gendongan ku, ku bopong pula mertuaku. Ali tak nyaman dalam pelukanku. Menggendong sambil menyusuinya, disisi yang lain aku bopong Ibu mertuaku ke kamar mandi, membuat Ali terhimpit. Dia menangis tak berhenti. 

Setiap hari begitu, dan tangisannya semakin sering disetiap harinya. Ibu mertuaku sering kali ingin ke kamar mandi. Hampir setiap jam aku mengantarnya ke kamar mandi. Selain itu, aku harus bersihkan ceceran Air kencingnya yang menetes dari kamar menuju kamar mandi. Belum lagi mataku ku konsentrasikan 2 arah. Satu mertuaku, satunya lagi Ali. Aku takut ia terpeleset. Sulit sekali menyuruh beliau mengenakan popok sekali pakai. Gatal, dan panas membuatnya tak nyaman. 

Mencuci dan memasak bukan menjadi perihal yang aneh untuk Ibu Rumah Tangga sepertiku. Tapi saat itu, terlalu lelah akhirnya aku membeli makanan yang sudah jadi saja. Itupun tak luput dari komentar Ibu mertua. Beliau bilang masakan ini tak enak, besok aku jangan membelinya lagi. Aku menurutinya saja. Walaupun didalam hati "ini rezeki yang harus disyukuri, karna kita tidak boleh mencela makanan".

Selama aku kecil dulu, Ustadz pernah bilang. Jika kita tidak menyukai sebuah makanan, lebih baik untuk tidak dimakan, tapi tidak dicela. 

Jangankan masakan orang lain, masakanku saja sering dikomentari. " Kenapa cabai nya dipotong-potong, tidak di haluskan? ", " Kenapa tidak pakai merica? " Padahal anakku tak bisa memakan merica, cabai, ataupun, jahe. 

Tak hanya itu, cara memotong ayaam pun harus sesuai dengan cara beliau memotongnya. Jika terlalu besar atau terlalu kecil, sudah habislah diomeli. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline