Pluralisme ialah suatu pandangan atau gagasan yang mengakui adanya hal-hal yang sifatnya heterogen di dalam suatu komunitas masyarakat. Pluralisme hukum juga dapat diartikan keragaman hukum. Indonesia adalah negara yang memiliki banyak pulau, memiliki banyak perbedaan baik dari agama, adat istiadat, dan kebudayaan, yang membuat semangat pluralisme sangat penting di tanamkan di Indonesia. Pluralisme hukum di Indonesia ini berupa hukum Pidana, hukum Keperdataan, hukum Adat, hukum Tata Negara, hukum Administrasi Negara, hukum Internasional dan hukum lainnya.
Selain itu, Hukum Progresif menurut Satjipto Rahardjo adalah hukum yang membebaskan. Maksudnya, Hukum Progresif ingin membebaskan diri dari kungkungan masif hukum modern model liberalis-kapitalistik yang menimbulkan banyak gejolak.Yang juga ingin dibebaskan ialah keterikatan pada status quo, yaitu semua hal yang menjadikan manusia sebagai "budak hukum yang kaku". Dengan demikian, Hukum Progresif adalah suatu persoalan tentang realitas. Realitas yaitu penilaian etis, bukan pembebasan. Progresive law juga dapat dikatakan serangkaian tindakan radikal dengan mengubah sistem hukum agar lebih bermanfaat dan menjamin kesejahteraan manusia.
Perkembangan pluralisme hukum dengan gerakan perubahan hukum yang muncul melalui advokasi-advokasi terhadap masyarakat adat. Dalam hal ini, pluralisme hukum digunakan untuk membela tanah-tanah masyarakat yang diambil secara paksa oleh pelaku swasta bahkan negara. Konsep pluralisme hukum digunakan untuk mengangkat kembali keberadaan hukum adat, dalam upaya untuk melindungi sumber daya alam yang telah dimiliki masyarakat adat dari perampasan yang diabsahkan hukum negara. Pluralisme hukum ini digunakan untuk mendorong pengakuan keberadaan masyarakat adat oleh negara.
Pada dasarnya, pluralisme hukum digunakan untuk melancarkan kritik terhadap apa yang disebut John Griffiths sebagai ideologi sentralisme hukum. Sentralisme hukum yang dimaksud ialah hukum sebagai "hukum negara" yang berlaku seragam untuk semua orang yang berada di wilayah yurisdiksi negara tersebut. Meskipun ada kaidah-kaidah hukum lain, sentralisme hukum menempatkan hukum negara berada di atas kaidah hukum lainnya, seperti hukum agama, hukum adat maupun kebiasan-kebiasaan. Kaidah-kaidah hukum lain tersebut dianggap memiliki daya ikat yang lebih lemah dan harus tunduk pada hukum negara .
Dalam pluralisme hukum ini tidak terlepas dari beberapa kritik, di antaranya yaitu:
1. Pluralisme hukum dianggap kurang mempertimbangkan faktor struktur sosio-ekonomi makro yang mempengaruhi terjadinya sentralisme hukum dan pluralisme hukum.
2. Pluralisme hukum dinilai tidak memberikan tekanan pada batasan istilah hukum yang digunaka
3. Pluralisme hukum hanya dapat dipakai untuk memahami realitas hukum di dalam masyarakat.
4. Menurut Rikardo Simarmata, kelemahan penting lainnya dari pluralisme hukum adalah pengabaiannya terhadap aspek keadilan. Pluralisme hukum belum bisa menawarkan sebuah konsep jitu sebagai antitesis hukum negara.
Kemudian, hukum progresif mengkritik mengenai sistem hukum liberal. Hukum progresif juga mengkritik mengenai hukum yang hanya berupa pasal-pasal saja jelas tidak dapat menggambarkan kebenaran yang kompleks dari realitas-empirik dan jelas sangat diragukan posisinya sebagai ilmu hukum yang benar-benar ilmu.
Legal pluralisme itu adalah adanya suatu pemahaman saling menghargai dalam perbedaan-perbedaan dalam kehidupan masyarakat agar dapat menjaga budaya sebagaimana budaya adalah bentuk ciri khas. Negara Indonesia memiliki berbagai ras dan etnis. Jadi, keberadaan hukum pluralisme dalam masyarakat itu sebagai hukum yang diterapkan agar Masyarakat saling menghargai serta menghormati sesamanya agar tidak terjadi konflik atau permasalahan dalam kehidupan masyarakat.
Selain itu, di Indonesia hukum progresif muncul karena kekhawatiran terhadap kualitas penegakan hukum di Indonesia sejak terjadinya reformasi pada tahun 1997. Fungsi hukum ini ialah memecahkan persoalan dalam kehidupan masyarakat secara ideal.
Hukum progresif mempunyai asumsi dasar hubungan antara manusia dengan hukum. Hukum ini tidak dapat hadir dengan sendirinya sebagaimana dalam ilmu hukum positif tetapi untuk manusia dalam mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Hukum progresif menginginkan adanya terobosan dalam dunia hukum yang positivistik agar hukum dapat lebih berguna bagi manusia dan tidak membuat manusia itu menjadi tertekan dengan aturan-aturan yang dibuat.