Lihat ke Halaman Asli

Tanpa Ayah

Diperbarui: 24 Juni 2015   11:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu sekitar pukul 03:00 ayah pulang dan mengetuk pintu dengan kerasnya "Bukaaaa!! Pintu" ujar ayah dengan kerasnya..
Dan saat itu ketiga adikku yang tertidur lelap, di tengah senyamnya malam ibu pun membukakan pintu, akupun terjaga tetap aku mendengarkan percakapan mereka di sela dinding kamarku,
"Ayah dari mana?" ujar ibu (dengan suara lelah).
"Tadi kerumah bapak, ketiduran disana ada keperluan" ujan ayah (dengan nada keras).
Beberapa Tahun dijalani aku meranjak kelas 10 SMA dan kebiasaan ayah yang sering pulang malam, dan bicara kasar terhadap ibu pun mulai menular kepada anak-anaknya, ayah kerap kali memarahi kami tanpa sebab dan ada saja alasan yang membuat ayah cepat naik darah, dan dirumahpun sering terjadi perselisihan sehingga adik-adikku pun mulai terbiasa terhadap omongan kasar ayah terhadap ibu, namun mereka tak bisa mencegah, nisa adik ku yang bungsu yang berumur 5 tahun, dia hanya melihat pertengkaran ayah dan ibu sembari sesekali bertanya padaku, "kak ayah kenapa? Kok dipukul sama ibu?" kebiasaan ayah yang sering keluar malam dan jarang pulang kerumah itu apalagi untuk menafkahi keluarga, ibu yang bekerja sebagai serabutan hanya bisa meminjam uang dan meminta sedikit makanan kepada tetangga dan merekapun mengerti dengan kondisi keluarga kami, selepas aku lulus SMA kelakuan ayah makin tak terkendali, ibu makin kurus dan seolah tak berdaya lagi, dan ibu juga sering sakit-sakitan. Pada saat ku pergi ke toko untuk membelikan ayah rokok, dan ada orang yang mengenal ayahku bilang padaku, bahwa dia sering melihat ayah mengajak perempuan berdua itupun gonta-ganti, akupun tidak percaya... Berapa bulan memang benar terdengar kabar ayah selingkuh, dan betapa hancurnya hati ibu dan adik-adikku terutama ibu mungkin hatinya sangat terkoyak, dan tak habis pikir untuk menduakan ibu, ternyata kebiasaan ayah itu berlangsung selama 4 Tahun dan selama itu ibu tidak pernah curiga dan mencoba sabar dengan alasan-alasan ayah karena ibu yakin ayah takkan pernah menyakiti hatinya.
Sejak dari itu keluargaku hancur, dan tetangga-tetanggaku mencemooh keluarga kami, dan saat itu ayah menjual semua barang-barang dan itu lenyap hanya untuk kepuasan sesaat untuk para wanita simpananya.
Dan itupun terlihat dengan biaya sekolah yang akupun berusaha mencari sendiri, dan ayahpun jarang menafkahi kami. Setelah aku bekerja dan bisa mencari uang sendiri dan akupun mampu membayar kuliah dan sekolah adik-adikku, ibu memilih bercerai dari ayah. Dan kami memulai hidup baru lagi bersama adik dan ibu, tanpa ayahku.

#INSPIRASISESEORANG




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline