Lihat ke Halaman Asli

Andre Vincent Wenas

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Bereskan Hulu Industri Migas: Menutup Arena Main Gila para Mafia Impor

Diperbarui: 3 Juni 2020   23:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

*Bereskan Hulu Industri Migas: Menutup Arena Main Gila para Mafia Impor*

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Arena 'bermain' konspirasi mafia-migas dengan kepentingan politik sempit adalah di area gelap importasi minyak. Kita sudah tahu sama tahu soal itu. Lantaran kekurangan pasokan minyak, Indonesia terpaksa (atau dipaksa) untuk mengimpor. Apa boleh buat, tak bisa buat apa-apa.

Dari pada kita tidak bisa kemana-mana, kendaraan umum mangkrak, mobil dan motor ngendon di garasi, dan mesin industri setop berproduksi. Ekonomi malah tambah macet.

Ini sebetulnya situasi yang sangat ironis, pahit dan sangat menyedihkan.

Indonesia punya cadangan minyak terbukti (proved oil reserved) sampai akhir tahun 2019 sebanyak 3,8 milyar barrel, dengan WK (Wilayah Kerja) migas seluas 750.000 km persegi.

Pertanyaannya adalah, mengapa dengan cadangan minyak yang masih begitu besar Indonesia tidak bisa (atau tidak mau?) memenuhi kebutuhan dalam negerinya dengan produksi yang cukup? Bahkan sebetulnya bisa mengekspor kembali kalau saja produksi di hulu kembali agresif. Apakah bisa? Bisa.

Kita masih punya cadangan minyak yang cukup besar. Jangan sampai kita seperti tikus yang mati di lumbung padi. Hanya karena tidak bisa (atau dibuat tidak mampu) untuk mengeksploitasinya secara bertanggung jawab demi kemaslahatan rakyat banyak.

Persoalan migas seperti ini pertama-tama ada di sisi hulu (eksplorasi dan produksi), dan tentu saja (dicurigai) akibat 'pembiaran' selama bertahun-tahun telah berimbas juga ke sisi hilirnya. Indonesia akhirnya terkondisikan untuk kekurangan pasokan minyak.

Gambaran besar permasalahan industri migas (khususnya minyak) adalah produksi nasional (supply) tidak mencukupi kebutuhan atau permintaan domestik (demand). Dan persilangan antara supply vs demand itu terjadi sejak tahun 2004. Sudah sejak 16 tahun yang lampau.

Tahun 2020 ini kebutuhan minyak kita adalah sekitar 1,4 juta barrel per hari, sedangkan kemampuan lifting minyak kita cuma  50%-nya, atau sekitar 700 ribu barrel per hari. Pemicu persoalannya (akar masalahnya) ada di sektor hulu, maka dampaknya pun sampai ke hilir. Sehingga konsekuensinya kita mesti impor minyak. Sekali lagi, apa boleh buat, kita tidak bisa buat apa-apa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline