Lihat ke Halaman Asli

FIRITRI

Penulis, Penulis Mojokerto, Blogger dan Pembawa Acara yang tertarik dalam Human Interest, Budaya serta Lingkungan

Dekolonialisasi Pendidikan ala Kampoeng Dolanan

Diperbarui: 26 Februari 2020   06:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Ini tentang Kampoeng Dolanan yang digagas oleh Cak Mustofa, pemuda simokerto Surabaya. Kampoeng dolanan ini berupa komunitas ini berperan memfasilitasi keinginan masyarakat yang rindu akan permainan tradisional atau ingin memperkenalkan anak-anaknya pada permainan ini.

Jenuh dengan pendidikan yang tidak asik, ada yang bentak membentak, ada yang pelonco-pelonco dengan atribut aneh bin mubadzir, ada yang dipukuli, ada yang susur sungai tanpa riset dan acuan jelas sehingga memakan korban, ada yang disuruh memakan kotoran manusia dan banyak lagi.

Ruwet ya, itu kan memang peninggalan kolonial dan dilestarikan sampai saat ini.

Cak Mus, sapaan pemuda Surabaya ini mendobrak dengan belajar tanpa batas menggunakan metode mainan tempo dulu atau dolanan tradisional.

Bagi Cak Mus, pendidikan permainan tradisional bukanlah hal sepele karena permainan seperti ini bisa mengajarkan etika yang baik untuk anak-anak. Selain etika juga banyak variabel lain yang dapat ditarik pada pendidikan IPA, IPS, Matematika Seni dan Budaya.

Selama ini pendidikan dikotak-kotakkan dengan nomenklatur keilmuan sendiri-sendiri. Pada dunia nyata, semua disiplin ilmu selalu digunakan tanpa tercerai berai. Misalkan dalam membuat Mobil, diperlukan riset, kemudian ilmu desain estetika, desain kenyamanan, metalurgi pada rangka, body dan mesin, elektrik untuk kabelnya, telnik mesin pada pembakarannya, teknik kimia pada sistem pendinginnya, fisika pada efisiensi aerodinamis dan lainnya.

Tidak ada yang berdiri sendiri. Tetapi pada pendidikan kita seolah itu berdiri sendiri-sendiri tersekat sesuatu.

Kampoeng Dolanan ingin mengembalikan ke hal ideal jauh dari sistem kolonial ini.

Metode ini efektif untuk melakukan dekolonialisasi pendidikan untuk kembali ke pendidikan ala Indonesia yang asik dan bermartabat.

Saya berani bilang efektif itu karena saya melihat capaian-capaiannya. Sejak tahun 2016 sudah berjalan dan segudang capaian yang sudah terlewati.

Awalnya setiap Rabu mengadakan Semesta Belajar, hari Minggu kami mengkampanyekan permainan tradisional di car free day.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline