Lihat ke Halaman Asli

Ando Ajo

TERVERIFIKASI

Freelance Writer

Cahaya yang Tak Pernah Padam

Diperbarui: 25 Desember 2015   17:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[Renungan Jumat]

 

Dikisahkan

Tersebutlah tatkala Allah Azza wa Jalla memanggil  sang maut untuk menghadap, sesungguhnya sang maut sendiri—Malak Al-Maut, alias Izrail—tiada tahu menahu, atas apa dan perihal apa selain ketaatan yang ia punya terhadap Yang Mahaagung.

Maka berangkatlah Malak Al-Maut, terbang menuju syurga tingkat keenam. Duduklah ia menunggu berdekatan dengan Sidratul Muntaha. Perhatiannya tertuju pada Pohon Kehidupan itu, selalu kagum akan makhluk Allah yang satu itu, kagum akan kesempurnaannya yang hanya Allah sajalah yang dapat memerintahkan pohon itu. Terbesit keinginan untuk menelisik selembar daun Sidratul Muntaha yang menguning, menunggu saat untuk luruh, namun ketaatan tak pernah dikhianati, hingga sang maut tetap duduk menunggu meski besarnya rasa ingin tahu.

Lembaran hidup siapakah gerangan itu?

Nyawa kehidupan siapa yang harus kucabut setelah ini?

Datanglah suara bergema menembus lapisan atap syurga ke tujuh hingga menggema menggetarkan ke dalam diri sang maut. Suara Sang Pemilik Kehidupan dari ‘Arsy-Nya.

“Wahai sang maut, tidakkah kau tergelitik ingin melihat lembaran mengering itu? Kuizinkan kau untuk melihat.”

Maka, tatkala sang maut menelisik, sepasang mata yang terbiasa memindai kematian itu pun meleleh tak tertahankan, menggetarkan setiap inci tubuhnya.

“Ya Rabb, Yang Mahaagung, pemilik semua kehidupan. Tidakkah ini terlalu cepat?”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline