Lihat ke Halaman Asli

Andika Trianggi

Mahasiswa Ilmu Politik

Climate Change Menjadi Alat Komunikasi Kepentingan

Diperbarui: 19 Januari 2022   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut seorang ahli politik Peterson mengatakan bahwa politik lingkungan adalah suatu pendekatan yang menggabungkan masalah lingkungan dengan politik ekonomi untuk mewakili suatu pergantian tensi yang dinamik antara lingkungan dan manusia, dan antara kelompok yang bermacam-macam di masyarakat baik dalam skala individu lokal kepada transnasional secara keseluruhan. 

Politik lingkungan merupakan suatu cara untuk memahami hubungan yang kompleks antara alam dan manusia dengan menganalisis dari apa yang disebut bentuk akses dan juga kontrol atas sumber daya dan implikasinya terhadap kesehatan lingkungan dan kehidupan berkelanjutan.

Sebuah upaya untuk menyelamatkan bumu yang sudah tua ini adalah dengan menjaga dan merawatnya dengan sebenar-benarnya. Terlebih, bumi merupakan tempat tinggal anak-cucu dan generasi masa depan kita semua. 

Tentu, kita menginginkan yang terbaik untuk masa depan generasi kita. Sejak dulu bumi diperdaya oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, hingga alam pun mendukung bumi untuk istirahat. Namun, seakan bumi tidak menjadi tempat yang ramah untuk ditinggali oleh manusia lagi.

Di lain sisi, Isu Climate Change dan Climate Denial menjadi hot topik dalam dunia perpolitikan khususnya ekonomi politik, negara-negara maju di dunia seperti negara-negara di Benua Eropa yang sedang giatnya mengkampanyekan isu Climate Change membuat resah sekaligus menggelitik masyarakat Internasional khususnya masyarakat di Benua Asia. 

Beberapa negara di Asia dikabarkan ingin menggenjot ekspor kekayaan alam mereka dengan memanfaatkan beberapa sektor salah satunya seperti ekspor kelapa sawit, justru ditentang dan ditolak dengan keras oleh masyarakat di benua Eropa, dengan alasan "Climate Change" padahal, negara-negara di Eropa sendiri yang lebih banyak menyumbang pencemaran lingkungan sebelum tersebarnya jargon "Climate Change".

Seolah-olah adanya jargon Climate Change menjadi penghambat negara-negara berkembang untuk maju, disini terlihat dengan jelas bahwa negara-negara maju seperti Eropa tidak ingin kalah saing dengan negara-negara berkembang atau negara-negara miskin yang kini tengah sadar akan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam yang mereka miliki. 

Mereka sudah menyimpan banyak keuntungan atas eksploitasi sumber daya energi dari negara-negara berkembang dan kini saatnya mereka mempertahankan adidaya mereka tanpa ada banyak saingan dengan negara-negara berkembang. 

Bahkan mereka memanfaatkan momen "Climate Change" untuk menjual alat-alat yang mereka buat yang dianggap mampu mengurangi dan menekan emisi gas rumah kaca atau hal lain yang dianggap dapat merusak iklim. 

Selain itu, mereka juga akan memberikan banyak bantuan hutang untuk negara-negara berkembang, yang perdagangan mereka ke negara-negara maju terhambat akibat isu "Climate Change", sehingga ini akan mengurangi pendapatan negara-negara berkembang. 

Lalu negara-negara maju tersebut akan datang bak malaikat dengan memberian bantuan hutang yang bunganya dapat mencekik negara-negara berkembang.

Andika Trianggi, Mahasiswa Ilmu Politik




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline