Lihat ke Halaman Asli

Sekolah Kehidupan

Diperbarui: 22 Maret 2016   21:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hidup pada dasarnya sama seperti sekolah. Setiap saat kita belajar. Hanya saat kita mati baru berhenti belajar.

Setiap sekolah memiliki dua fase yang harus kita lalui. Pertama masuk sekolah dan terakhir lulus sekolah. Hidup juga seperti itu. Saat lahir bisa dikatakan anda jadi murid dan setelah mati berarti anda lulus menjalani kehidupan ini.

Disekolah kita bakal bertemu dengan yang namanya Guru, Teman, juga musuh disamping kita juga harus melakukan serangkain UJIAN. Begitu juga dalam hidup, kita pasti akan mengalami saat – saat bahagia maupun saat-saat bersedih. Ada saat hidup kita terang benderang namun ada juga saatnya hidup kita gelap gulita. Ada saat kita merasa kuat dan hebat namun tak jarang kita merasa lemah dan tak berdaya. Ada saat kita mampu mengendalikan diri pribadi namun ada saat kita merasa bahwa kita telah menjadi korban dari kekejaman dunia ini.

Bedanya dengan Sekolah Kehidupan, kita tidak bertemu dengan yang namanya ruangan kelas. Bahkan belajar hidup pun kita tidak dibantu oleh guru. Tidak ada Spidol dan Kapur Tulis untuk ditulis di papan tulis. Biasanya pengalamanlah yang bakal menjadi guru kita.

Hal yang paling menarik dalam Sekolah Kehidupan ini adalah bukan Practices Make PERFECT tapi MALPRACTICES MAKE PERFECT. Makin banyak kesalahan yang kita lakukan maka semakin kita tahu KEBENARAN dibalik semua itu. Hanya saja kelebihan dari Sekolah Kehidupan adalah kita dapat belajar dari banyak guru. Tidak hanya sebatas guru yang ada disekolah.

 

SEBARKANLAH KEPADA ORANG LAIN SEBAGAI AMAL IBADAH ANDA AGAR BERMANFAAT JUGA BAGI YANG MEMBACANYA 

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline