Lihat ke Halaman Asli

Suparmin

Seorang Pendidik Tingkat SMA di Kabupaten Gowa, Sulsel

Ingat! Kuasai, Bukan Utamakan Bahasa Asing

Diperbarui: 27 Oktober 2020   16:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: Kemendikbud RI

Oktober dikenal sebagai bulan bahasa. Tanggal 28 dalam bulan itu diperingati sebagai puncak perayaan bahasa Indonesia yang kita cintai ini. Merujuk pada sejarah, 28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda sekaligus penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara. Akan tetapi, dari berbagai macam seremoni tersebut apakah berbanding lurus dengan kemampuan dan kebanggaan kita menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar?

Kita masih ingat slogan "Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing" klausa ini sangat sering didengungkan, apalagi memasuki bulan Oktober. Seminar-seminar banyak dilaksanakan. Bincang bahasa ramai diselenggarakan. Pastinya dengan berbagai macam topik. 

Ada yang membahas pembakuan bahasa Indonesia. Ada yang menyoroti ketidakberdayaan bahasa Indonesia. Yang lain berbicara peluang dan tantangan bahasa Indonesia dalam era digital. Topik-topik lain pun ramai diperbincangkan. Lalu bagaimana sebenarnya memaknai slogan tersebut?

Utamakan bahasa Indonesia

Mengutamakan bahasa Indonesia berarti mendahulukan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia harus diposisikan paling atas lalu diikuti dengan bahasa daerah dan bahasa asing. Jangan malah sebaliknya. Tulislah "buka" lalu diikuti kata "open"  atau bahasa daerah yang digunakan pada wilayah tersebut. Tetapi, saat ini, coba tengok gedung-gedung pencakar langit di negeri ini. 

Dengan bangga dan angkuh mereka menggunakan nama-nama yang tidak ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Coba pandang papan-papan iklan di pinggir jalan begitu banyaknya yang menggunakan bahasa asing. Lalu di ruang mana bahasa Indonesia menjadi bahasa yang utama?

Lestarikan bahasa daerah

Bahasa daerah banyak menjadi bahasa ibu. Di kampung-kampung, geliat bahasa daerah masih kita rasakan. Anak-anak yang bermain menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa utama. 

Ibu-ibu yang sedang bergosip ria, bahasa daerah dengan lancar keluar dari bibir-bibir mereka. Bapak-bapak di warung kopi pojok jalan, asyik bercengkrama tentang apa saja dengan menggunakan bahasa daerah. Akan tetapi, coba mengarah ke perkotaan. Masuk ke perumahan-perumahan. 

Telusuri ruang-ruang terbuka. Bahasa daerah sangat jarang kita dengar. Ibu-ibu menyapa anaknya dengan bahasa Indonesia. Anak-anak memanggil kawannya dengan dwibahasa. Warung-warung kopi sesak dengan obrolan-obrolan dalam bahasa Indonesia.  Lalu, di ruang mana sebenarnya bahasa daerah harus dilestarikan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline