Lihat ke Halaman Asli

Amidi

TERVERIFIKASI

bidang Ekonomi

Aspek "Cuan" dalam Memilih Membuat Pemilih Tidak Bangga dan Justru Memproduksi Dosa!

Diperbarui: 31 Januari 2024   15:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

oleh Amidi

Demi kecintaan saya terhadap negeri ini, saya tulis artikel ini.

Tidak lama lagi anak negeri ini akan menyalurkan hak pilihnya, tepatnya pada tanggal 14 Pebruari 2024 ini.  Calon dan tim sukes-nya terus bergriliah memburu suara pemilih, dengan berbagai cara, dengan cara melakukan promosi termasuklah dengan cara   membagikan cuan (uang) atau yang lebih populer dengan sebutan politik uang (money politic), baik dengan cara terangan-terangan maupun dalam bentuk tersamar.

Bentuk terang-terangan yakni  pembagian cuan, biasanya dilakukan dengan cara serangan pajar (meminjam istilah kalangan pemilih yang mengemuka), dan bentuk tersamar, dengan cara "pemaksaan secara halus" melalui berbagai strategi termasuk strategi menggunakan "taji" dan atau menggunakan "kekuatan" yang dimiliki calon dan tim sukses-nya dan atau menggunakan  "invisble hand" yang dimainkan oleh  calon dan tim sukses-nya.

Tindakan pembagian cuan tersebut, sepertinya tidak akan berhenti alias hilang bahkan semakin "menggila" sepanjang calon hanya mengedepankan aspek cuan juga bila mereka sudah terpilih nanti, atau sepanjang  calon lebih menonjolkan aspek cuan ketimbang aspek pengabdian kepada bangsa dan negara, sekali lagi bukan semata-mata mau menonjolkan aspek "pengabdian" kepada bangsa dan negara. (lihat Amidi dalam  Kompasiana.com, 10 Januari 2024).

Cuan yang Diterima Haram.

Bila dicermati, cuan yang digelontorkan calon dan tim sukses-nya tersebut, dari nilai-nya atau besaran-nya tidak "seberapa". Ok, katakanlah paling besar dalam angka hitungan rusan ribu rupiah. Bila dikonpersi dengan nilai suatu barang masih terbilang relatif kecil, dengan kata lain sekejap sudah habis.

Tapi, apa daya, karena sebagian besar anak negeri ini selaku pemilih tersebut masih merasa senang menerima cuan sebesar itu, lagian pula tidak hanya mereka yang memang membutukan cuan sebesar itu yang sesaat saja, tetapi terkadang anak negeri ini selaku pemilih yang tidak layak menerima uang sebesar itu pun (sudah terbilang mampu), mereka juga masih ikut-ikutan menerima cuan sebesar itu, bahkan terkadang mereka berujar, ambil saja cuan-nya, soal memilih urusan nanti.

Nah, pernyataan  demikian,  tidak dibenarkan, dalam agama manapun, ketidak baikan itu, unsur kecurangan itu, unsur penyimpangan itu, tidak dibenarkan, lagian pula tidak berlebihan kalau dikatakan cuan yang kita terima tersebut "haram", karena ada unsur "sogok-menyogok" (meminjam istilah umum yang sering mengemuka).

Jika, sudah tidak dibenarkan, maka cuan yang diterima jangankan akan memberi kesenangan, jangankan memberi ketenangan, yang ada justru cuan tersebut akan menjadi "bumerang" dan atau menjadi "tidak berkah". Lebih jauh lagi, cuan tersebut menggiring harga diri anak negeri ini selaku pemilih "tergadaikan".

Untuk itu, jika ada calon dan tim sukses-nya yang akan  membagikan cuan, lebih baik tidak diterima, bahkan sebaiknya harus tidak diterima. Ini akan memberi impikasi yang luar biasa. Jika cuan tersebut  tidak diterima oleh semua anak negeri ini selaku pemilih, maka setidaknya akan memberi pelajaran kepada calon dan tim sukses-nya bahwa cara-cara menyimpang dan atau curang tersebut tidak diterima pemilih atau tidak diakomodasi pemilih. Kemudian, yang lebih penting lagi adalah untuk pemilu ke depan, langkah membagikan cuan oleh calon dan tim sukses-nya tersebut akan sirna, luar biasa, bukan?.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline