Lihat ke Halaman Asli

AMI MUSTAFA

Apalah apalah, jangan ribet! aku sendiri sudah cukup ribet orangnya

Cenil Belajar Memaki

Diperbarui: 18 November 2020   21:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi balita (dokpri)

Kaki kecilnya berlari kesana-kemari. Melompat lompat kecil sambil tertawa riang. Kami memanggilnya Cenil. Dia sangat suka bercanda. Kadang seolah tak kenal lelah. Meski sesekali terjatuh Ia akan cepat bangkit dan tertawa-tawa lagi. Ia senang bermain di halaman rumahku yang luas, main ayunan atau menarik-narik bunga Zinnia  yang beraneka warna sampai sang nenek, Mak Bijah, mengajaknya untuk pulang dari halaman rumahku.

Cenil  sejak bayi tinggal bersama neneknya hanya berdua saja. Sesekali pamannya datang menjelang malam untuk menemani dan pergi lagi keesokan paginya. 

Tantenya tinggal di rumah terpisah di belakang rumah mereka. Sementara Ibunya bekerja di Pangkalpinang dan hanya pulang sebulan sekali. Sedangkan ayahnya, kami sama sekali tidak tahu. Karena mereka menikah di Pangkalpinang. Selama ini kami tak pernah melihat Ayah Cenil pulang ke Koba. Kelihatannya mereka juga tertutup tentangnya, jadi kami tak pernah bertanya-tanya.

Sebelum ada Cenil Mak Bijah  lebih sering tinggal bersama Ulan, Ibu Cenil, di Pangkalpinang. Suatu hari Mak Bijah pulang membawa bayi mungil, katanya bayi itu anak yang diadopsi dari Rumah Sakit oleh Ulan. Karena Ulan sibuk bekerja maka Mak Bijah lah yang bertugas mengasuhnya. 

Ulan adalah tulang punggung keluarga sejak ayahnya meninggal. Sibuk bekerja membuatnya terlambat menikah. Setelah menikah diam-diam pun ternyata dia sulit memperoleh keturunan hingga memutuskan untuk mengadopsi anak. Dan hadirlah seorang anak yang mengisi hari-hari Mak Bijah di masa tuanya.

Tahun ini  Cenil berusia dua tahun. Sedang aktif-aktifnya bergerak dan mulai belajar sepatah dua patah kata. Lucu dan menggemaskan. Tapi kadang bisa juga jadi mengesalkan jika Mak Bijah tidak sabaran saat Cenil menangis sambil menjerit-jerit. 

Sering hatiku sedih melihat Mak Bijah dengan kesal mencubit atau memukulnya. Belum lagi kata-kata kasar, bentakan dan makian kerap terlontar pada Cenil. Kasihan, anak sekecil itu sudah harus menerima kekerasan yang dianggap sepele. Hanya jika Ulan pulang dan menginap satu dua malam Cenil mendapatkan limpahan kasih sayang yang pantas.

Lalu terjadilah musibah itu. Ulan sakit dan akhirnya meninggal. Kami para tetangga mulai mengira-ngira bagaimana nasib Cenil. Kesedihan meliputi keluarga Mak Bijah. Kehilangan seorang tulang punggung keluarga yang meninggalkan seorang anak hasil adopsi.

"Cenil..Yo ikut Ace aja ke Pangkal pinang ya?" Ajak salah seorang adik Mak Bijah saat melayat Ulan.

"Ndaakk.." teriak Cenil 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline