Lihat ke Halaman Asli

Amanda Stevany

Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Dihapus! Film "Kau adalah Aku yang Lain" Melanggar Undang-undang Perfilman

Diperbarui: 17 September 2022   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : CNN Indonesia

Indonesia adalah negara yang memiliki regulasi atau peraturan untuk dunia perfilman. Regulasi tersebut dimuat dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang berisikan sebuah bentuk keputusan tertulis, dibuat atau dibentuk oleh lembaga negara, serta bersifat mengikat secara umum (Khusna dan Susilowati, 2015 : 94 dalam Astuti, 2022 hl 49). 

Tahun 1948 diberlakukan Ordinasi 1940, dimana perfilman Indonesia diawasi oleh Panitia Pengawas Film (PPF) dan sebagian di bawah pengawasan Badan Pemeriksa Film. 

Namun pada tahun 1951, PPF berubah pengawasan yakni dibawah Kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan serta dituliskan dalam Undang-undang No.23 Tahun 1951. Tahun 1965 segala urusan film berpindah alih ke Kementerian Penerangan dengan memunculkan Surat Keputusan No. 46/SK/M/1965.

Setelah perjalanan jauh, akhirnya pada tahun 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membuat peraturan No 14 Tahun 2019 yang diawali dari Undang-undang No 33 Tahun 2009. 

Undang-undang ini bertujuan sebagai pedoman dan ketentuan dari penyensoran, penggolongan usia, penarikan film dan iklan dari peredaran. Regulasi ini ditujukan secara umum, meliputi fil, iklan, banner, baliho, spanduk, slide, dan lain sebagainya. 

Film akan beredar atau diperbolehkan untuk beredar jika sudah melewati tahap lulus sensor dengan memiliki Surat Tanda Lulus Sensor (STLS). Sehingga jika film tidak lolos maka tidak seharusnya film yang di produksi dapat beredar di masyarakat (Astuti, 2022 hl 50).

Contoh Film tanpa STLS 

Salah satu judul film pendek Indonesia yang tidak memiliki STLS adalah 'Kau dan Aku adalah Lain'. Film ini diproduksi oleh Anto Galon dan menjadi video pemenang dengan kategori film pendek dalam Police Movie Festival IV 2017. 

Setelah ditetapkan sebagai pemenang dalam festival tersebut, timbullah kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Ada yang menganggap film memiliki pesan yang tinggi akan adanya toleransi sesama agama, namun banyak juga yang menganggap film ini menyudutkan Islam.

Menurut Ansor Abdul Haris Ma'mum selaku wakil ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda, film ini layak untuk ditayangkan. 

Abdul menganggap film ini layak, karena ia merasa ada pesan-pesan yang dapat dikutip secara positif dan penting bagi kemanusiaa. Tidak hanya itu, ia juga mengatakan bahwa film ini bersifat edukatif dan memang layak untuk menang dalam festival. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline