Lihat ke Halaman Asli

Amalia Mumtaz Nabila

Pop-culture entusiast who loves to write what's on her mind.

Kupas "Drifting Home", Belajar Melepaskan Bersama 6 Bocah di Laut

Diperbarui: 23 September 2022   01:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anime Drifting Home yang dirilis Netflix pada tanggal 16 September 2022. | Netflix

Pada tanggal 16 September kemarin, Netflix merilis film animasi dari Jepang berjudul Drifting Home (Ame wo Tsugeru Hyouryuu Danchi). Drifting Home merupakan anime yang disutradarai dan ditulis oleh Hiroyashu Ishida. Anime ini menceritakan petualangan enam anak SD yang tiba-tiba berada di laut misterius, terombang-ambing di atas apartemen tua selama berhari-hari. 

Dengan pengetahuan yang sedikit serta modal nekat, mereka harus bisa bertahan hidup. Di samping upaya mereka dalam bertahan hidup, mereka menemukan hal-hal baru yang tidak pernah ketahui sebelumnya soal teman mereka, Natsume.

Enam tokoh anak SD di film Drifting Home | Netflix

Buat saya, Drifting Home merupakan film yang sangat hangat dan banyak sekali pesan yang bisa kita ambil.

"Hah? Pesan apanya, ini film aneh soal enam anak SD yang terjebak di laut."

Hahaha kalau dilihat dari premis dan visualnya, memang film ini meninggalkan kesan yang aneh banget. Tapi percaya ga kalau saya bilang dari cerita yang absurd itu banyak arti-arti tersembunyi di baliknya?

Bagi pembaca yang sudah menonton anime Drifting Home, tapi masih kebingungan dengan aspek atau poin-poin dalam film. Artikel ini saya harapkan bisa membantu pembaca memahami pesan moral yang ingin disampaikan oleh film ini. Kita mulai ulasannya~

Metafora di Balik Ombak dan Tsunami

Drifting Home bukan jenis film yang dapat dicerna secara bulat-bulat. Film anime ini menyajikan banyak sekali pesan tersembunyi secara visual. Selama 2 jam durasi film, saya banyak menemukan metafora-metafora yang sebagiannya merupakan kunci dari cerita.

Salah satunya adalah badai. Dalam film ini badai merupakan bentuk kesedihan Natsume. Metafora satu ini rasanya sudah cukup sering dijumpai. Sudah sering pegiat seni menggambarkan hujan, badai, atau langit berawan sebagai bentuk dari kesedihan (perasaan gloomy).

Berdasarkan hal itu, badai di dalam film ini saya rasa dapat diartikan tidak hanya sebagai kesedihan biasa, tetapi sebagai kesedihan yang tak terkira sampai dapat menghancurkan segalanya (menghancurkan jiwa dan raga). Badai yang sangat besar sampai bisa membuat lautan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline