Lihat ke Halaman Asli

Almizan Ulfa

TERVERIFIKASI

Menakar Kekuatan Pasal-pasal Anti Politik Uang UU Pilkada

Diperbarui: 15 Januari 2018   07:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perpu UU Pilkada yang sudah disyahkan menjadi UU Pilkada

Artikel terdahulu penulis berjudul "Menakar Satgas Money Politic Pilkada 2018 Tito Agus,"  yang tayang di Kompasiana tanggal 31 Desember 2017. Artikel yang sekarang dengan judul yang sedikit berbeda merupakan perbaikan dan perluasan horison dari artikel itu. Juga, artikel yang sekarang ini lebih terfokus pada beberapa pasal anti politik uang yang tertuang dalam Perpu No. 1 Tahun 2014 yang sudah disyahkan menjadi UU Pilkada Tahun 2015. 

Pertama-tama, coba kita persamakan persepsi tentang batasan atau difinisi Politik Uang. Kita ingin mengetahui apakah UU ini secara eksplisit memberikan pengertian tentang praktik politik uang tersebut sehingga mempermudah tugas aparat penegak hukum termasuk Satgas Tito Agus dalam membrantas praktik Money Politic tersebut. Untuk itu, coba kita cari dulu pada Bab Pengertian dan Istilah dalam UU ini yang diduga dituangkan dalam Pasal 1 yang terdistribusi dalam 28 angka.  

Namun sayangnya, tidak satu pun dari 28 angka yang dituangkan dalam pasal ini yang berisikan kata dan/atau frasa politik uang. Lebih jauh lagi, tidak ada pasal-pasal lain dari 206 pasal UU Pilkada 2014 ini mulai dari pasal 2 hingga Pasal 206 yang berisikan kata dan/atau frasa politik uang.

Coba kita cari rujukan lain. Rujukan yang dapat kita gunakan untuk menafsirkan beberapa pasal UU Pilkada ini  yang patut diduga terkait dengan substansi politik uang.

Coba kita tanyakan dengan Mbah Google dengan menggunakan kata kunci politik uang dan money politic. Untuk yang pertama, Mbah Google memberikan opsi jawaban dari Wikipedia. Jawabannya adalah:

  • "Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk  pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak  menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya  dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum." Cara tertentu itu dapat kita tafsirkan untuk memilih calon tertentu.

Untuk yang kedua, Mbah Google antara lain memberikan opsi jawaban dari change.org. Jawabannya adalah:

  • "Money politic (politik uang) merupakan uang maupun barang yang  diberikan untuk menyogok atau memengaruhi keputusan masyarakat agar  memilih partai atau perorangan tersebut dalam pemilu."

Kedua definisi tersebut merujuk ke suap atau sogokan yang terbatas dalam kegiatan Pemilu saja. Ini memang fokus artikel ini walaupun politik uang sebetulnya lebih luas lagi.

Merujuk kepada dua difinisi itu, penulis menemukan tiga pasal dalam UU ini yang secara langsung bertujuan untuk mengendalikan praktik politik uang walaupun kata politik uang tidak ditulis secara eksplisit. Ketiga pasal tersebut adalah Pasal 47, Pasal 73, dan Pasal 76. Pasal 76 dan Pasal 47 terkait dengan larangan bagi partai politik dan Pasal 73 terkait larangan melakukan praktik politik uang bagi Calon Kepala Daerah (Cakada) dan Tim Kampanye.

Mari kita lihat dulu Pasal 47. Angka (4) Pasal ini berbunyi:

  • "Partai Politik atau gabungan Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses  pencalonan Gubernur, Bupati, dan Walikota."

Penulis, sejauh ini, belum menemukan tafsir resmi atau sah dari kata "imbalan" dan frasa "proses pencalonan Gubernur, Bupati, dan Walikota". Untuk memahaminya, bagaimana jika ini kita sandingkan dengan kasus terkini Wagub Jabar Deddy Mizwar (Demiz) yang akan maju di Pilkada Gubernur (Wakil) Jabar 2018 ini. 

Wagub Jabar Deddy Mizwar. Sumber: kompas.com

PKS seperti diketahui sekarang ini membatalkan dukunganya untuk Demiz. Alasan pembatalan itu menurut Hidayat Nur Wahid karena Demiz sudah menandatangnai fakta Integritas dengan Partai Demokrat tanpa sepengetahuan dan/atau perseutjuan PKS. Pakta Integritas tersebut berisikan empat butir, yaitu:
  • 1. Siap menjadi anggota partai Demokrat dan ditempat di struktur partai.
  • 2. Siap menjadi calon gubernur Jawa Barat tahun 2018-2023 dan memenangkannya serta menggerakkan mesin partai termasuk biayanya.
  • 3. Siap menggerakkan mesin partai untuk memenangkan presiden/wakil presiden yang diusung partai Demokrat tahun 2019-2024.
  • 4. Siap menerima arahan partai koalisi.

Pertanyaannya adalah apakah kesiapan Demiz untuk menggelontorkan uang seperti tercantum dalam butir 2 diatas dapat kita katakan sebagai praktik Politik Uang? Apakah Partai Demokrat dapat kita katakan sudah melanggar Pasal 47 UU Pilkada 2015?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline