Lihat ke Halaman Asli

Al Johan

TERVERIFIKASI

Penyuka jalan-jalan

Saya Tak Pernah Menikmati Gaji Pertama

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_132017" align="alignleft" width="320" caption="Gambar diambil dari jakpress.com"][/caption] Tanpa terasa,tahun ini masa kerja saya di di sebuah BUMN sudah memasuki tahun yang ke-18. Pertama kali bekerja saya ditempatkan di Solo, setelah itu dimutasi ke Tulungagung, lalu ke Palembang dan terakhir hingga saat ini di Jakarta. Kemana dan berapa lagi kota yang harus saya jelajahi, sepenuhnya tergantung kebijakan manajemen perusaan saya. Tugas saya adalah selalu siap menjalaninya.

Tahun mulai saya bekerja persis sama dengan tahun pernikahan saya. Begitu saya diterima bekerja, saat itu pula saya memutuskan untuk menikahi gadis pilihan saya. Ini sesuai dengan cita-cita pribadi saya. Kuliah selesai, cari kerja, menikah dan membesarkan anak-anak.

Sebagai konsekwensinya, saya jadi ‘tidak pernah’ menikmati apa yang namanya gaji pertama itu. Begitu menerima gaji pertama, hari itu pula sampul uang dengan slipnya lengkap langsung berpindah ke tangan istri saya.

Gaji pertama itulah modal awal kehidupan rumah tangga saya. Untuk penggunaannya, pengeluaran pertama dari gaji tersebut adalah untuk membayar kontrakan rumah. Sejak awal saya dan istri sepakat untuk tinggal di sebuah rumah, meskipun kecil dan hanya punya satu kamar. Namanya berumahtangga, ya harus tinggal di rumah, bukan di kamar, apalagi di tangga, begitu kira-kira pertimbangannya.

Setelah itu, penggunaan berikutnya adalah untuk mengisi perabotan rumah. Yang pertama dan harus dibeli adalah perabotan dapurseperti kompor, alat penggorengan, cerek, panci, termos, gelas, piring, sendok, gayung dan lain sebagainya.

Pertimbangan utama ketika memilih berbagai perabotan tersebut di atas adalah dari segi fungsinya dan harga yang paling murah. Karena pertimbangan tersebut, berbagai perabotan yang dibeli sering terlihat seperti mainan saja.

Berbagai perabotan rumah tangga tersebut, hingga saat ini banyak yang masih digunakan. Barang-barang tersebut selalu setia menemani sekaligus menjadi saksi dalam kehidupan rumah tangga saya.

***

Pengaturan soal gaji yang sudah berlaku sejak 18 tahun lalu tersebut hingga saat ini masih berlaku dalam kehidupan rumah tangga saya, ketika kini saya telah mempunya tiga anak yang tengah beranjak dewasa.

Dalam soal ini, saya harus mengucapkan banyak terima kasih kepada seseorang yang sangat piawai dalam mengelola gaji saya selama ini, siapa lagi kalau bukan manajer keuangan keluarga saya, yaitu istri saya sendiri.

Meskipun tidak dibukukan secara resmi, dia selalu mempunyai catatan rinci daftar pengeluaran keluarga dari mulai biaya sekolah anak, listrik, telepon, berbagai kebutuhan sehari-hari dan tetek bengek lainnya.

Bahkan, dengan gaji terbilang pas-pasan saat ini, dia juga disiplin dalam membayar zakat, dana sosial, uang korban dan sesekali juga masih bisa membantu orang tua dan mertua.

Termasuk yang sangat saya syukuri, ternyata dia juga masih bisa menyisihkan sebagian gaji tersebut untuk tabungan haji. Mohon doanya dari para pembaca sekalian, mudah-mudahan tahun depan, saya dan istri bisa berangkat ke tanah suci. Alhamdulillah !




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline