Lihat ke Halaman Asli

Ali Fahruddin

Pengembala

Islam dan Pancasila Sebuah Trade-Off?

Diperbarui: 3 Juni 2020   17:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia adalah negera kepualauan yang lahir dari dari keberagaman, mulai dari keberagaman bahasa, suku, budaya, dan agama. Keberagaman ini menjadi salah satu kelebihan bagi Indonesia tetapi sangat  rawan dengan konflik sosial. Sejarah mencatat bahwa founding fathers Indonesia harus berdiskusi dan berdebat untuk merumuskan sebuah dasar negera yang diberi nama “Pancasila” untuk menjadi benang merah agar semua perbedaan dapat hidup berdampingan, dengan mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, membuat beberapa kalangan bertanya-tanya apakah pancasila sebagai dasar negara ini sesuai dengan ajaran islam atau tidak.

Islam dan pancasila bukan dua kutub yang berbeda, karena lima sila yang terkandung dalam pancasila adalah sebuah bentuk  penjiwaan dari ajaran islam. Maraknya berita tentang lunturnya semangat masyarakat Indonesia untuk mengamalkan nilai-nila yang terkandung dalam pancasila karena banyak narasi yang dibuat tentang ketidaksesuaian antara pancasila dan ajaran islam. Dipilihnya pancasila sebagai sebuah ideologi negara bukan karena hanya untuk menjaga persatuan dan kerukunan antar umat beragama, tetapi juga karena Al-Qur’an dan Hadits tidak pernah mewajibkan orang islam untuk mendirikan negara islam, sehingga pancasila bukanlah ideologi yang mencoba menjauhkan ataupun memisahkan antara agama dan kebangsaan.

Sinkronisasi pancasila dengan nilai-nilai ajaran islam tergambar dari lima butir yang terkandung dalam pancasila.  sila pertama  yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” merupakan wujud dari ketahuidan  atau hubungan secara vertikal (hablum min-Allah) (Nur Mutmainnah, 2010:27-36). Hakikat tauhid termaktub dalam surat Al-Ikhlas (112:1) yang artinya ”Katakanlah: Dialah Allah, yang Maha Esa”. Ayat ini merupaka hal yang sangat fundamentalis bagi umat islam bahwa hanya ada satu tuhan yang harus diyakini dan disembah, hal ini senada dengan yang terkandung dalam sila pertama bahwa adanya satu tuhan, meskipun berbeda keyakinan. 

Bertuhan dan beragama merupakan sebuah fitrah yang tidak boleh siapapun memaksanya, hal ini termaktub dalam surah Al- Kafirun(109:6) yang berbunyi “bagimu agamamu dan bagiku agamaku”. Kandungan sila pertama ini konsep hubungan secara vertikal, atau dalam islam disebut dengan hamblum min-Allah. Dalam hubungan secara vertikal manusia memiliki setatus sebagai hamba yang menggantungkan diri kepada tuhannya, sehingga melahirkan sebuah keterikatan dan sebuah komitmen untuk setia kepada-NYA.

Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” merupakan wujud dari hubungan secara horizontal atau dalam islam disebut denga hamblum min-annas isi dalam sila ini berkaitan dengan muamalah yang didasarkan pada sikap saling menghormati dan saling menyayangi. Dalam surat Al-Baqarah (2:177) Allah menjelaskan hakikat dari berbuat baik, mulai dari ibadah secara vertikal maupun horizontal “Bukanlah menghadapkan wajahmya kearah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malakat, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya…” sikap saling berbagi dan saling berbagi antar sesama merupakan salah satu cara manusia saling untuk berinteraksi agar dapat saling mengenal. Interaksi yang terjadi menimbulkan keterbukaan dan saling menghormati satu sama lain. Sehingga inilah yang disebut dengan “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.

Sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” merupakan sebuah penjiwaan ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariyah. Hal ini muncul karena kesadaran manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Dalam surat Ali-Imron (3:103) Allah berfirman yang artinya “Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…”. persatuan akan terwujud apabila sikap saling mengormati dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari, perbedaan bukan sebuah musibah seperti ungkapan kaum jahiliyah, tetapi perbedaan adalah sebuah bentuk kasih sayang tuhan agar kehidupan menjadi lebih indah. Kemajuemukan yang ada di Indonesia merupakan sebuah kelebihan yang harus disyukuri.

Sila keempat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” merupakan manifestasi dari mudzakarah dan syura. Prinsip syura merupakan sistem yang berada dalam negara islam, akan tetapi  prinsip syura ini juga terkandung dalam Pancasila. Hal ini membuktikan bahwa pancasila yang disusun oleh tokoh agama dan tokoh nasionalis melalui musyawarah untuk mencapai sebuah kesepakatan sudah sangat sesuai dengan ajaran islam. Dalam surah Ali-Imron (2:159) Allah Berfriman yang artinya “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…”

Sila kelima yang bunyinya “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” merupakan penjiwaaan dari surah Al- Maidah (5:8) yang artinya “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil…”. keadilan sosial berkaitan dengan maqashid al-syari’ah yang teridiri dharriyat (kedailan dalam hal yang bersifat esensial bagi kehidupan manusia seperti agama, harta dan akal), Hajiyat (pemenuhan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang bobotnya di bawah dharriyat, dan Tahsiniyat (perwujudan sesuatu untuk meningkatkan kondisi individu dan masyarakat sesuai dengan perkembangan zaman).

Islam adalah agama pemungkas yang sumber hukum utamanya berasal dari Al-Qur’an dan Hadits (Sophia Azhar, 2017:235-244) meskipun Al-Qur’an dan Hadits tidak turun lagi karena Nabi Muhammad sudah wafat, tapi Al-Qur’an dan Hadits mampu menjawab permasalahan-permasalahan baru yang ada di tengah masyarakat, temasuk dalam masalah mencintai tanah air. Pancasila sebagai turunan dari Al-Qur’an merupakan salah satu konsep mempersatukan berbagai elemen masyarakat, membangun nasionalisme, meningkatkan sifat kebangsaan untuk menghadapai tantangan zaman. 

Selain menjadi roh dalam mempersatukan bangsa, pancasila juga sebagai penggerak bangsa dalam melangkah menapakai setiap tantangan zaman yang ada. Sejak digagas oleh para pendiri bangsa, pancasila masih tetap kokoh dan masih relevan menjawab persoalan yang ada. Pancasila sebagai ruang yang hidup yang dinamis akan tetap ada selama Negara Kesatua Republik Indonesia berdiri. Pancasila juga sebagai konsensus bangsa dalam memperjuangkan nilai-nilai islam, baik itu ibadah mapun muamalah.

Nilai-nilai dasar dalam pancasila seperti keadilan, religiusitas, kesetaraan, hak asasi manusia, persatuan dan demokrasi dapat dikatakan sebagai kristalisasi semua ideologi dalam menghadapi perubahan zaman.  Menjadikan pancasila sebagai relitas berbangsa dan beragama memanglah tidak mudah. Perubahan politik membuat penafsiran terhadap pancasila berubah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline