Lihat ke Halaman Asli

Alfi Shabri

Mahasiswa Ekononimi Pembangunan, UIN Jakarta

Kontribusi Pajak Parkir terhadap PAD dan Kemacetan di Jakarta Efektif?

Diperbarui: 8 Desember 2021   23:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jakarta menjadi kota metropolitan dengan segala kegiatan dari segi mikro hingga makro berpusat di kota ini. Menjadikan di antara kota yang paling padat dan sibuk di Indonesia. Untuk memudahkan mobilisasi pastinya menggunakan transportasi, dari transportasi pribadi hingga umum. Menurut BPS jumlah unit kendaraan pribadi khususnya di kawasan DKI Jakarta sebanyak 3.365.467 unit mobil penumpang dan 16.141.380 unit kendaraan bermotor. 

Bisa dibayangkan jika per harinya beroperasi sebanyak 80 -- 90% kendaraan pribadi, belum lagi kota-kota penyangga seperti JABODETABEK yang banyak juga masyarakatnya mencari pundi-pundi rupiah di kota metropolitan ini. 

Mobilisasi yang padat ini lah menyebabkan macet terjadi, yang kemudian macet menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat Jakarta. Beberapa kebijakan kemudian dilakukan oleh pemda untuk mengatasi masalah yang tak kunjung kelar, diantaranya pengadaan transportasi umum seperti Angkutan Umum di tahun 2020 sebanyak 3.837 unit yang beroperasi, Transjakarta 5.855 unit, KRL, MRT, dan LRT yang belum lama dibangun.

Tarif Pajak Parkir

Kebijakan lain mengenai administrasi, Anies Baswedan selaku gubernur mengambil keputusan untuk memaksimalkan Pajak parkir di Jakarta yang semula 20% naik menjadi 30% dan DPRD DKI Jakarta telah mengesahkan perubahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Parkir. 

Dan landasan hukum lainnya pada pasal 65 Ayat (1) UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa tarif pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 30% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). DPP untuk pajak parkir merupakan jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada pengelola tempat parkir. Dengan begini mau tidak mau para pengelola parkir juga menaikkan tarif yang seharusnya untuk mengambil keuntungan dari bisnisnya.

Jakarta yang menjadi wilayah mandiri tanpa harus menerima DAU dari pemerintah pusat di mana pendapatan daerahnya sudah sangat besar. Terutama ditopang dari pajak daerah sebagai pemasukan pendapatan daerah. Ditahun 2020 saja realisasi PAD Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp57,5 triliun, walaupun tidak sesuai target yaitu Rp80 triliun dikarenakan PSBB dan PPKM dimasa pandemic Covid-19 saat ini. 

Jakarta memang sangat mengandalkan pajak sebagai tumpuan utama pendapatan daerah, 87% PAD Jakarta atau Rp50,1 triliun bersumber dari pajak daerah. Selain untuk mengurangi kemacetan, kenaikan pajak parkir ini diharapkan mampu menambah target terhadap penambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD). 

Target Pajak Parkir Provinsi DKI Jakarta yang ditetapkan selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya akan tetapi mengalami kenaikan dari segi realisasinya yang telah tercapai pada tahun 2019 yaitu sebesar Rp532,24 miliar. Penetapan target yang terus meningkat setiap tahunnya tidak lepas dari peningkatan potensi Pajak Parkir di Provinsi DKI Jakarta. 

Peningkatan potensi tersebut bisa dilihat dari semakin banyaknya tempat-tempat parkir yang berada selain di badan jalan maupun fasilitas - fasilitas parkir di hotel, tempat-tempat makan, tempat perbelanjaan, tempat hiburan, maupun tempat-tempat lain. Peningkatan target setiap tahunnya dalam kurun waktu empat tahun terakhir 2018-2021 didasarkan pada tercapainya realisasi Pajak Parkir yang diterima. Tetapi terjadi penurunan di tahun 2020 dikarenakan kondisi pendemi Covid-19 yang mengharuskan pembatasan aktivitas sehingga mobilisasi pengguna kendaraan pun menjadi berkurang. 2020 realisasi penerimaan pajak parkir ini menurun sekitar 40% atau sebesar Rp3.337 miliar saja.

Walaupun di tahun 2020 realisasi pajak parkir Jakarta sangat anjlok, di 2021 ini diharapkan bisa mengembalikan target yang seharusnya terealisasi. Karena situasi di tahun ini sudah mulai membaik, banyak kantor yang sudah melakukan Work From Home (WFH) dan juga sudah banyak tempat hiburan seperti mall, hotel, klub malam, dan restoran yang sudah menerima costumer sebanyak 50 -- 70 persen. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline