Lihat ke Halaman Asli

Peran Guru BK dalam meningkatkan Karaktet Siswa Generasi Z

Diperbarui: 16 April 2025   08:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perkembangan zaman yang sangat pesat telah menghadirkan Generasi Z, yaitu generasi yang lahir di era digital, kira-kira mulai tahun 1997 hingga 2012. Generasi ini sangat akrab dengan teknologi, tumbuh dengan internet, smartphone, dan media sosial. Kemampuan mereka dalam mengakses informasi sangat tinggi, namun di sisi lain mereka juga menghadapi berbagai tantangan psikologis, sosial, dan karakter yang cukup kompleks. Dalam dunia pendidikan, kehadiran Generasi Z menghadirkan tantangan tersendiri, terutama dalam hal pembentukan karakter dan pengembangan kepribadian. Di sinilah peran Guru Bimbingan dan Konseling (BK) menjadi sangat penting dan strategis.

Karakter siswa Generasi Z cenderung berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka lebih mandiri, kritis, dan terbuka terhadap hal-hal baru. Namun, mereka juga dikenal mudah bosan, kurang memiliki daya tahan terhadap tekanan, dan sering mengalami masalah dalam menjalin komunikasi tatap muka. Sering kali, siswa Gen Z menunjukkan gejala kurang empati, kecenderungan individualis, serta sulit menerima kritik atau arahan. Karakter-karakter ini tentu berdampak pada proses belajar-mengajar dan kehidupan sosial mereka di sekolah. Tanpa pendampingan yang tepat, bukan tidak mungkin siswa akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dan berkembang secara utuh sebagai pribadi yang seimbang.

Guru BK hadir sebagai sosok yang berperan penting dalam mengatasi tantangan karakter siswa ini. Tugas Guru BK bukan hanya menangani kasus siswa yang bermasalah, tetapi juga melakukan pencegahan, pengembangan, dan pemahaman terhadap potensi serta karakter siswa. Guru BK harus memahami betul karakteristik siswa Gen Z agar dapat memberikan layanan bimbingan dan konseling yang relevan, efektif, dan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Langkah awal yang dapat dilakukan Guru BK adalah membangun hubungan yang dekat dan terbuka dengan siswa. Hubungan yang positif akan menciptakan rasa percaya dan aman bagi siswa untuk mengungkapkan perasaan, masalah, dan kebingungan mereka. Guru BK tidak boleh lagi hanya bersikap formal atau otoriter, tetapi harus mampu menjadi sosok yang bersahabat, mendengarkan tanpa menghakimi, dan mampu memahami bahasa serta dunia siswa.

Kedua, Guru BK harus mampu memanfaatkan teknologi sebagai media pendekatan. Dalam era digital, pendekatan konvensional sering kali tidak efektif untuk menjangkau siswa Gen Z. Oleh karena itu, Guru BK perlu melakukan inovasi, seperti membuka layanan konseling online, membuat konten edukatif melalui media sosial, atau menggunakan aplikasi bimbingan yang interaktif. Dengan cara ini, Guru BK bisa masuk ke dalam dunia siswa dan menyampaikan nilai-nilai karakter dengan cara yang menarik dan sesuai dengan gaya hidup mereka.

Ketiga, Guru BK juga berperan dalam membentuk karakter melalui program-program pengembangan diri. Program seperti pelatihan keterampilan sosial, manajemen emosi, komunikasi efektif, dan penguatan nilai-nilai moral sangat penting dalam membentuk karakter positif siswa. Guru BK dapat menyelenggarakan kegiatan yang menyenangkan dan bermakna, seperti diskusi kelompok, simulasi peran, outbound, atau kegiatan sosial yang melatih empati dan kepedulian siswa terhadap sesama.

Selain itu, Guru BK juga perlu menjalin kerja sama yang erat dengan orang tua dan guru mata pelajaran lainnya. Penanaman karakter tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan harus menjadi tanggung jawab bersama seluruh elemen sekolah dan keluarga. Guru BK bisa menjadi penghubung antara sekolah dan rumah untuk menciptakan konsistensi nilai dan pendekatan terhadap pembinaan siswa. Dengan pendekatan kolaboratif ini, diharapkan pembentukan karakter siswa akan lebih kuat dan menyeluruh.

Tantangan lain yang sering dihadapi adalah meningkatnya kasus kesehatan mental di kalangan siswa Gen Z. Tekanan akademik, tuntutan sosial, serta paparan media sosial yang terus-menerus bisa menyebabkan stres, kecemasan, bahkan depresi. Guru BK perlu memiliki kepekaan terhadap tanda-tanda ini serta memiliki kompetensi dasar dalam penanganan awal kasus-kasus psikologis ringan. Bila perlu, Guru BK juga harus memiliki jaringan kerja sama dengan profesional seperti psikolog atau psikiater untuk rujukan.

Guru BK juga diharapkan mampu menjadi role model dalam hal karakter dan nilai. Keteladanan adalah metode pembelajaran karakter yang paling kuat. Siswa akan lebih mudah meniru dan meneladani sikap yang mereka lihat setiap hari dibandingkan hanya mendengar ceramah atau nasihat. Maka, Guru BK perlu menunjukkan sikap sabar, empati, jujur, dan terbuka dalam setiap interaksi dengan siswa.

Dengan berbagai strategi dan pendekatan yang tepat, Guru BK dapat menjadi ujung tombak dalam membantu siswa Gen Z mengembangkan karakter yang positif dan sehat. Mereka bukan hanya membantu siswa menyelesaikan masalah, tetapi juga membimbing mereka menjadi pribadi yang tangguh, empatik, dan siap menghadapi dunia yang terus berubah.

Penutup, dalam era yang penuh tantangan ini, peran Guru BK sangatlah vital. Mereka adalah pendamping, fasilitator, sekaligus penjaga moral dan karakter siswa. Untuk itu, perlu dukungan penuh dari sekolah dan pemerintah agar Guru BK bisa terus mengembangkan kompetensi, mendapatkan pelatihan yang sesuai, dan memiliki sarana yang memadai. Hanya dengan begitu, pendidikan karakter siswa Generasi Z bisa terwujud secara optimal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline