Lihat ke Halaman Asli

Albar Rahman

Editor, Writer and Founder of Books For Santri (Khujjatul Islam Boarding School)

Gulitanya Rasa

Diperbarui: 23 Februari 2023   17:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@vangoghmuseum

Bermula dari kepulan malam, aku bertanya padamu melalui obrolan penuh perdebatan itu. Ditambah riuhnya metropolitan malam hari seolah ia tak lelah bekerja seperti dirimu perempuan kuat bagiku.

Berona wajah yang tampil sederhana, suasananya juga hanya beroda dua hitam dan putih. Kau menolakku tegas, padahal engkau pasti menyimpan rasa.

Aku kala itu memaksamu untuk terima dan mau bersama. Malah dikau memilih sendiri tanpa satupun pria di hidup.

Alasan terkuat karena sudah terlalu banyak kebohongan dan dusta dibalik gelapnya gulita rasa. Menjual semua harga tanpa terkecual bahkan harga dari rasa itu sendiri.

Kelam malam menyambut dinginnya embun pagi gigil bertaut tanpa terasa sebab obrolan kita membarakan hati. Kepulan asap ditangan kita juga jadi saksi paling bisu saat sedikit demi sedikit terkepul lagi terbuanya perasaan cinta.

Sudah. Akhiri saja perbincangan. Tapi jangan dulu tuntaskan romansa kata yang merasuk disanubari. Biarkan saja ia bertutur di dinding misteri. Biarkan!


Dulu kita mengerti cinta karena sucinya dan terangnya wanita. Kini kita mengerti cinta dibalik gelap gulitanya wanita.Maksud hati bukan norma zaman yang berubah tapi tersadarkan bahwa takdir cinta tak kenal zaman dan kapapun bisa berubah.

Semua berhak jatuh cinta. Bahkan pada kelam malam, mungkin pada senja sore yang singkat. Atau pada embun pagi penyejuk hati.

Begitulah gulita rasa. Dan pilihlah sebagai pilihan bukan sebagai pelampiasan.

Salam:)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline