Lihat ke Halaman Asli

Galeri Cerita Ani Wijaya

The taste of arts and write

Kunang-kunang

Diperbarui: 20 Februari 2016   11:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari sudah sore, sudah waktunya Azizah mengaji. Tak lupa ia mencium tangan bunda, juga mengucapkan salam. Gadis cilik berusia 4 tahun ini pergi ke rumah bu ustadzah Euis. Dengan ceria dan penuh semangat.

Bu Euis memimpin anak-anak berdo’a bersama, sebelum mulai mengaji.

Seperti biasa Eza dan Fandi menganggu teman-temannya. Mereka berdua duduk di kelas 5 SD.

"Eza, Fandi. Duduk yang rapi, ya. Kalian berdua harus bisa menjadi contoh yang baik untuk adik-adik disini."

“Iya, Bu,” mereka menjawab serempak.

Azizah memperhatikan mereka sambil tersenyum. Anak ini selalu mendapatkan giliran pertama saat mengaji. Karena kata bu Euis, Azizah tidak pernah ribut dan selalu duduk rapi saat menunggu.

Dalam perjalanan menuju ke tempat mengaji. Azizah menangkap seekor kunang-kunang. Kemudian menyembunyikan didalam kedua telapak tangan. Sesekali Azizah mengintip ke dalam tangannya. Kunang-kunang itu berkelap-kelip, indah sekali.

"Azizah bawa apa? lihat dong," pinta kak Puput.

Azizah menyembunyikan tangannya ke belakang. Ia bahkan menolak saat dipanggil bu ustadzah untuk maju ke depan. Karena tak mau melepaskan kunang-kunang dalam genggamannya.

Dia kembali mengintip dari celah jemari. Gelap, tak ada cahaya.

Kemana kunang- kunangnya? Ketika Azizah membuka tangannya, ternyata hewan itu sudah tergeletak lemas. Azizah menangis tersedu-sedu. Merasa berdosa karena membuat kunang-kunang yang cantik ini mati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline