Segel kota itu cuma lambang. Tapi maknanya panjang. Ia merangkum sejarah dan nilai yang kita anggap bersama.
Di Salem, Massachusetts, Amerika Serikat, lambang ini sedang jadi bahan perdebatan serius. Pusat isunya adalah sosok pria Aceh yang sudah tercetak sejak 1839 (Destination Salem, 2016).
Figur itu kini memicu kekhawatiran soal rasisme dan bagaimana Asia-Amerika direpresentasikan.
Protes warga memantik kontroversi. Banyak yang khawatir gambar tersebut mengabadikan stereotip rasial.
Identitas orang Aceh ikut tersentuh. Dan komunitas Asia yang lebih luas pun merasa terganggu. Race Equity Commission Salem lalu menyarankan perubahan pada Agustus 2024 (StreetsofSalem, 2024).
Menyusul itu, Wali Kota membentuk City Seal Task Force. Tugas CSTF adalah meninjau sejarah segel dan merumuskan modifikasi yang tepat. Catatan menunjukkan ada pertemuan publik pada 17 Maret 2025 (City of Salem, 2025).
Proses evaluasi dipatok 18 bulan, dan hasil akhirnya diharapkan selaras dengan nilai kota saat ini.
Kenapa ada figur orang Aceh di sana?
Jawabannya ada pada perdagangan lada. Dari abad ke-17 sampai pertengahan abad ke-19, Salem menjalin hubungan dagang intens dengan Kesultanan Aceh.
Salem bahkan dikenal sebagai satu-satunya kota di Amerika Serikat yang jadi pelabuhan tambatan untuk lada Aceh. Orang di balik desain segel ini adalah George Peabody, seorang alderman sekaligus pemilik kapal rempah (StreetsofSalem, 2024).
Ia memilih sosok yang diyakini adalah Po Adam, bangsawan dan pedagang lada terkaya, kolega dekat ayahnya, Joseph Peabody.