Lihat ke Halaman Asli

Aidhil Pratama

TERVERIFIKASI

ASN | Narablog

Sejarah Tradisi Sungkeman dari Zaman Raja Hingga Lebaran

Diperbarui: 25 September 2025   14:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi anak sungkem kepada orang tua saat Idul Fitri.(Shutterstock via Kompas.com)

Tradisi sungkeman sudah lekat di benak kita. Sebuah ritual yang hening sekaligus sarat makna. Pemandangan itu mudah ditemui, terutama saat Lebaran.

Anak-anak bersimpuh di hadapan orang tua, kepala tertunduk dalam, kadang sampai menyentuh lutut. Gerakannya sederhana, niatnya jelas: memohon maaf setulus hati dan meminta doa agar hidup berjalan baik.

Banyak yang menyebut tradisi ini berumur panjang. Sejarawan menelusuri akarnya ke masa Hindu-Buddha di Nusantara (National Geographic Indonesia).

Bukti arkeologis dan historis memang bertebaran. Prasasti kuno menunjukkan praktik serupa. 

Lihat saja Prasasti Ciaruteun yang memuat pahatan telapak kaki Raja Purnawarman. Telapak itu disamakan dengan kaki Dewa Wisnu oleh penguasa masa itu (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).

Dulu, kaki raja dipandang suci, sumber berkah, dan layak dipuja. Itu dianggap bentuk penghormatan paling tinggi, bagian dari konsep besar Dewaraja, ketika pemimpin diyakini sebagai titisan dewa di bumi (Kompas, 2022).

Jejaknya tampak di berbagai kerajaan kuno. Gestur menunduk hidup sejak lama.

Lalu, apakah sungkeman saat Lebaran membawa makna yang sama? Pertanyaan itu patut diajukan. Gerakannya mirip, ya. Sama-sama menunduk, sama-sama bersimpuh. Tapi artinya bisa berubah total.

Dulu orang memuja kaki seorang raja yang disejajarkan dengan ilahi. Sekarang seorang anak meminta maaf kepada orang tua. Dua ranah yang berbeda.

Pemujaan dewa-raja berbicara tentang legitimasi kekuasaan dan keyakinan pada keilahian pemimpin. Permohonan maaf berkaitan dengan hubungan manusiawi, upaya merapikan salah dan menguatkan ikatan keluarga.

Di titik ini, peran Islam terasa penting. Islam tidak sekadar mewariskan gerak, melainkan mengisinya dengan jiwa baru. Ajarannya menekankan bakti pada orang tua dan anjuran saling memaafkan. Puncaknya hadir pada Idulfitri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline