Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Rasyid Riadhi

Apoteker | Molekul Bahagia Malaikat

Apoteker 4.0: Harus Lebih Pintar dari Robot?

Diperbarui: 2 Oktober 2025   13:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Source: Dokumen pribadi via canva)

Belakangan, banyak obrolan di seminar atau grup WhatsApp profesi yang bikin apoteker gelisah: "Nanti kita diganti robot, lho."
Kedengarannya serem, kayak adegan film Terminator. Tapi mari kita tenang sebentar. Yang bakal hilang bukan apotekernya, melainkan cara kerjanya.

Sama kayak ojek pangkalan yang dulu nongkrong di tikungan, sekarang sudah gabung aplikasi. Orang tetap butuh naik ojek, cuma cara pesannya beda. Begitu pula orang tetap butuh apoteker untuk menjelaskan obat, memberi edukasi, dan yang lebih penting: menunjukkan empati.

Dari Revolusi Industri ke Apoteker 4.0
Biar nggak salah kaprah, mari kilas balik sebentar. Istilah Industri 4.0 pertama kali digaungkan di Jerman awal 2010-an. Intinya: integrasi dunia nyata dan digital - pakai sensor, internet, robot, data besar, sampai sistem pintar. Dunia kesehatan ikut-ikutan. Muncullah istilah Kesehatan 4.0

Dunia farmasi juga tak mau ketinggalan, lahirlah istilah Farmasi 4.0 atau Pharmacy 4.0. Di Indonesia, istilah ini kemudian dipersonalisasi jadi Apoteker 4.0.
Dan ini bukan berarti Apoteker pakai baju besi ala Iron Man. Ia adalah apoteker yang bisa memanfaatkan teknologi digital untuk pekerjaannya sehari-hari-mulai dari resep elektronik, layanan jarak jauh, sampai pelacakan obat palsu.

Data Global: Kenapa Harus Digital?
Kalau masih ada yang bilang, "Ngapain sih apoteker ikut-ikutan digital?", mari kita tengok data.

  • WHO mencatat kesalahan penggunaan obat menimbulkan kerugian miliaran dolar setiap tahun. Salah kasih obat bukan sekadar "lupa etiket," tapi bisa bikin pasien celaka, bahkan meninggal.
  •  FIP (Federasi Farmasi Internasional) pada 2021 melaporkan, 57% sekolah farmasi di dunia belum memasukkan pendidikan digital ke kurikulumnya. Praktisi yang pernah dapat pelatihan formal? Baru 25%FIP bahkan menjadikan digital health sebagai target global profesi Apoteker. Mereka bikin kursus, modul, sampai lokakarya. Tapi jumlah pesertanya masih ratusan, padahal apotekernya jutaan.


Jadi, kalau profesi ini tidak beradaptasi, masalahnya bukan pada robot. Yang bahaya adalah: apoteker sendiri yang ketinggalan zaman.

Teknologi: Lawan atau Kawan?
Bayangkan keseharian apoteker di apotek atau rumah sakit. Banyak pekerjaan repetitif, membosankan, rawan salah. Nah, teknologi datang untuk mengurus yang "mekanis." Apoteker tetap diperlukan untuk yang "manusiawi."

1. Mesin Penyiap Obat
Robot bisa menghitung ribuan tablet tanpa salah. Kalau apoteker manusia kadang salah ambil obat karena ngantuk jaga malam, robot tidak kenal kata lelah.
Tapi coba tanya robot: "Kalau minum obat ini boleh nggak sekalian pakai jamu tetangga?" Dijamin error. Itu tetap butuh apoteker.
2. Layanan Jarak Jauh
Pasien di pelosok Papua bisa konsultasi soal obat darah tinggi lewat video call dengan apoteker di Makassar. Bayangkan, dulu pasien harus nunggu dokter datang setahun sekali.
3. Kecerdasan Buatan (AI) dan Big Data
Teknologi bisa mendeteksi pasien yang sering lupa minum obat. Sederhananya: kayak ibu kos yang tahu siapa yang sering telat bayar listrik.
4. Pelacakan Obat
Dengan sistem rantai pasok digital, obat palsu bisa dilacak. Jadi tidak ada lagi cerita beli obat mahal, isinya cuma parasetamol generik. Intinya, teknologi itu seperti peta digital di gawai. Tidak otomatis bikin kita jadi sopir, tapi bikin perjalanan lebih aman. Sopirnya tetap apoteker.

Rutinitas Apoteker: Sebelum vs Sesudah

  • Menghitung obat manual  sekarang mesin.
  • Cek interaksi obat di buku  sekarang sistem memberi alarm otomatis.
  • Konseling tatap muka  bisa lewat video call.
  • Catat stok di buku  sekarang lewat aplikasi daring.

Analogi gampang: dulu warung makan hanya melayani makan di tempat. Sekarang bisa pesan lewat ojek daring. Nasi gorengnya tetap nasi goreng, yang berubah adalah cara menyajikannya.

Kompetensi Baru yang Wajib Dikuasai

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline