Lihat ke Halaman Asli

Muntaha

content creator (@belajarasik) - belajar jadi penulis kapitalis - Mancity Depok fanbase - PMO - Freelancer - Video editor

Angkot, KRL dan Ojol

Diperbarui: 27 Agustus 2019   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Tulisan ini merupakan bagian dari keluh kesah saya saat memilih (dan memutuskan) transportasi mana yang akan saya gunakan untuk menuju ke kantor. Bulan-bulan sebelumnya, saya tidak pernah gusar untuk menuju ke tempat kerja. 

Pasalnya kantor saya berada di pinggiran Jaksel-Depok. Dengan mengendarai motor saya pilih jalan alternatif dan tidak kurang dari 10 menit sudah sampai.

Sejak Mei ini, saya pindah ke tempat kerja yang terbilang masih cukup dekat. Tetapi, butuh effort yang tidak biasa (saja). Salah satunya terkait pilihan transportasi tidak umum yang harus saya gunakan untuk berangkat kerja.

Langsung saja, yang pertama baca sahadat ada beberapa opsi yang bisa saya gunakan. Motor, bus TJ, angkot dan tentu saja transportasi siksaan sejuta umat, KRL. Untuk sekedar menghemat, saya biasanya kombinasikan pilihan itu dengan jalan kaki.

Sepeda Motor
Sejak awal, motor memang tidak saya gunakan sebagai pilihan utama. Tentu saja karena alasan macet, sehingga menurut saya membutuhkan ekstra tenaga dan waktu tempuh menjadi tak tentu. Singkatnya malah bikin saya emosi. Kzlll

Ada beberapa ca(c)ta(c)tan selama saya menggunakan motor. Macet disebabkan karena banyaknya simpangan jalan, pengendara yang putar arah dan kendaraan mobil yang hanya diisi oleh satu penumpang. 

Rasanya tidak adil bila hendak menyalahkan jalanan yang sempit sedangkan pertumbuhan volume kendaraan yang tiap tahun kian meningkat. Kurangnya kesadaran pengendara juga menambah semrawutnya jalanan. 

Belum lagi ulah polisi gopek yang mengais rupiah dengan cara menyeberangkan kendaraan dan yang putar arah.

Angkutan umum yang minim peminat (Dokpri)

Angkot
Salah satu teman baru saya adalah angkot. Saya menggunakannya 2 kali dalam sehari. Saat pergi dan pulang ke/dari stasiun. Tarifnya cukup murah,yaitu 4-5 ribu untuk sekali trip. 

Saya kurang tau tarif resminya, tapi bila dikasih 5ribu tidak ada kembalian. Kalo beruntung, saya bisa dapat angkot yang bagus, tetapi tidak jarang saya dapat angkot yang kurang layak. Ah betapapun, angkot tersebut masih laik jalan, setidaknya menurut otoritas kendaraan di kota ini.

Angkot bisa menampung 12-16 penumpang. Kalo angkot belum penuh, biasanya sopir akan mangkal dibeberapa titik agar bisa memenuhi kursi yang ada. Perlu persiapan mental yang kuat karena penumpang akan dihadapkan dengan panas apalagi saat macet melanda. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline