Lihat ke Halaman Asli

agus siswanto

tak mungkin berlabuh jika dayung tak terkayuh.

Sektor Tunggal Putri, PR Besar yang Tak Pernah Selesai

Diperbarui: 29 Juli 2021   09:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gregoria Mariska Tunjung andalan utama sektor tunggal putri Indonesia (AFP/ kompas.com)

Menyerahnya Jorji (sebutan untuk Gregoria Mariska Tunjung) dari Ratcahanok Intanon pagi ini (29/ 7), bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Dengan tanpa mengecilkan perjuangan gigih Jorji, dalam beberapa hal memang level Jorji di bawah Intanon.

Hal itu dapat dilihat dari segi peringkat WBF yang dirilis per 2 Februari 2021 ini. Intanon berada di peringkat 6. Di jajaran elite tunggal putri. Sementara Jorji, berada di peringkat 22. Dari segi pertemuan pun tak kalah menggembirakan. Dari 9 kali pertemuan (dengan hari ini), Jorji baru mengantongi 1 kemenangan.

Bagi Jorji, peringkat ini jauh lebih baik dibandingkan 2 rekannya, Fitriani dan Ruselli Hartawan. Keduanya berada di peringkat 36 dan 37 WBF. Jauh tercecer di belakang Jorji.

Situasi semacam ini jauh berbeda dengan beberapa tahun silam. Saat itu Indonesia selalu memiliki tunggal putri yang selalu menjadi ancaman bagi pebulutangkis negara lain. Taruhlah nama-nama Verawati Fajrin, Ivana Lie, Mia Audina, Minarni dan Susi Susanti. Masing-masing pebukutangkis membawa prestasi di eranya. Berbagai kemenangan yang mereka ukir, membuat namanya selalu diperhitungkan.

Namun sayang, rangkaian kejayaan sector tunggal putri itu berhenti di Susi Susanti. Seabreg prestasi yang pernah Susi capai, tidak dapat diikuti oleh para penerusnya. Sebenarnya saat itu sempat muncul Mia Audina yang menjadi harapan baru. Beberapa prestasi pun ditorehkannya. Namun ketika si Anak Ajaib ini memutuskan hijah ke Belanda, semuanya berakhir.

Setelah itu mulai muncul nama-nama baru. Di antaranya Maria Kristin, Fitriani dan yang pagi ini bermain melawan Intanon, Jorji. Namun sayang prestasi mereka belum terlalu mengkilap. Bahkan Maria Kristin yang sempat digadang-gadang menjadi harapan baru, harus gantung raket karena cedera berkepanjangan.

Suramnya prestasi tunggal putri Indonesia ini, berbanding terbalik dengan situasi di luar negeri. Beberapa negara yang tidak mempunyai tradisi bulutangkis, mampu menempatkan wakilnya di peringkat WBF. Seperti misalnya Marin (Spanyol) Michelle Lie (Kanada).

Sedangkan di sisi lain, Jepang pun belakangan ini tampil impresif dengan kekuatan di semua lini. Termasuk di sector tunggal putri.

Kenyataan semacam ini, bukan tidak disadari oleh PBSI. Keberadaan Susi Susanti dalam kepengurusan PBSI yang bertujuan memotivasi para penerusnya, ternyata belum banyak membawa hasil. Sector tunggal putri selalu menjadi sector yang miskin dalam menyumbangkan prestasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline