Lihat ke Halaman Asli

Agung Webe

TERVERIFIKASI

Penulis buku tema-tema pengembangan potensi diri

Negara Impor Garam, Ini Pasti Salah Jokowi!

Diperbarui: 21 Maret 2018   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Petani Garam (sumber: tribunnews.com)

Lho kita kan negara maritim, sebagaian besar kepulauan dengan pesisir yang luas, kok impor garam? Lalu dengan sebuah kondisi yang terlihat bahwa Indonesia memang negara Maritim dengan pesisir yang membentang luas dapat dijadikan sebuah fakta untuk mengobok-obok logika masyarakat bahwa Impor garam merupakan kesalahan pemerintah!

Apalagi untuk pemilihan Presiden 2019 nanti, isu ini tentu dapat diangkat sebagai bentuk ketidak-becusan pemerintahan Jokowi. Mengapa tidak becus? Lihat saja kita negara Maritim, mosok impor garam? Lihat saja pantai yang banyak, mosok impor garam?

Tulisan ini bukan tulisan politik. Untuk itu saya tidak mengajak berpolemik tentang politik. Atau mengangkat isu adanya dugaan korupsi oleh salah satu PT pengimpor garam. Saya hanya menulis tentang garam dan mengapa produksi garam kita tidak cukup. Tentu saja upaya pemerintah untuk swasembada garam tahun 2020 harus kita dukung agar produksi garam baik dari kualitas dan kuantitasnya nanti dapat tercukupi.

Mengapa kita itu Negara Maritim namun belum dapat mencukupi ketersediaan garam?

Untuk menjawab hal ini maka saya harus mengumpulkan banyak referensi yang harus saya baca lewat internet, dari berbagai sumber, termasuk pengolahan garam itu sendiri. Mungkin ada beberapa dari anda yang sudah tahu. Dan semoga tulisan singkat ini juga berguna bagi yang belum mengetahuinya.

Kondisi geografis pantai Indonesia adalah kebanyakan pantai curam, sedangkan untuk produksi garam diperlukan pantai landai dan hanya dilakukan saat musim kemarau. Nah, kalau dibandingkan dengan Austria yang tidak punya garis pantai, namun mengapa dapat memproduksi garam lebih banyak dari Indonesia? Ya, hal tersebut adalah karena ada sisa laut purba yang mengering sehingga menjadi tambang garam yang dapat mencukupi kebutuhan garam Eropa selama ratusan tahun.

Nah, garam hasil tambang ini tingkat kekeringannya tinggi karena melalui proses pengeringan alami yang sangat lama sehingga apabila disimpang berbulan-bulan akan tetap terurai dan tidak menjadi batu. Sedangkan garam yang diproses di pantai mempunyai tingkat kekeringan yang kurang sehingga apabila disimpang berbulan-bulan akan membatu.

Untuk garam konsumsi, dapat menggunakan garam produksi pantai Indonesia karena langsung dikonsumsi. Sedangkan garam untuk industri, harus garam dengan tingkat kekeringan yang tinggi. Nah perbandingan garam konsumsi dan produksi yang dibutuhkan adalah, garam konsumsi dibutukan 750 ribu ton per tahun dan garam produksi dibutuhkan 3 juta ton per tahun. Sedangkan petani garam dalam negeri baru dapat memproduksi sekitar 144 ribu ton per tahun.  

Dari hal tersebut ternyata untuk memproduksi garam dengan tingkat kekeringan yang tinggi diperlukan beberapa faktor. Mungkin saat ini Indonesia belum dapat memenuhi hal tersebut karena beberapa hal, salah satunya mungkin adalah teknologi. Untuk itulah kita semua patut mendukung upaya pemerintah yang sudah mulai menggalakkan swasembada garam dan memberikan support terhadap petani garam agar dapat meningkatkan produksi garam yang memenuhi standar produksi.

Jadi kalau dibandingkan dengan Eropa dan Australia, kita sebagai negara Maritim memang belum dapat mengejar produksi garam seperti mereka, karena garam kita dihasilkan dari pantai, sementara mereka mempunyai tambang garam.

Mari kita dukung pemerintah untuk swasembada garam tahun 2020.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline