Lihat ke Halaman Asli

Telisik Data

TERVERIFIKASI

write like nobody will rate you

Pembatasan Medsos Ampuh Membendung Hoaks

Diperbarui: 24 Mei 2019   09:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aksi massa di depan Bawaslu (tempo.co).

Media sosial saat ini sering menjadi media penyebaran berita dan sudut pandang politik kepada publik, entah benar atau salah atau hoaks.

Pada perhelatan Pemilu serentak 2019 ini terutama pilpres, masing-masing kubu pendukung beradu argumen untuk membela pilihannya. Sejauh pengamatan penulis pendukung Prabowo-Sandi relatif lebih agresif dalam usaha menguasai opini di grup media sosial.

Dari 2 grup whatsapp yang penulis ikuti misalnya (link keluarga dan pekerjaan) mereka tanpa rasa bersalah mencemari lini masa dengan postingan yang tendensius meskipun sudah ditegur atau diprotes anggota grup yang lain. Terakhir menjelang pembatasan medsos oleh pemerintah terkait aksi massa 22 Mei, sempat tersebar 4 video di grup.

Isi konten video tersebut yaitu: seruan siaga jihad, penampakkan korban kerusuhan yang terluka, penembakan di kompleks masjid (narasinya: "Masjid Al Makmur, Tanah Abang ditembaki polisi biadab!"), dan momen berlangsungnya aksi massa itu sendiri. Semua dengan narasi menurut sudut pandang pelaku aksi.

Screenshoot video yang sempat tersebar di grup WA, lokasi disebut di Masjid Al Makmur, Tanah Abang (dokpri).

Beruntung beberapa jam kemudian medsos di take-down sebagian sehingga gambar dan video tidak leluasa beredar. Kita tidak dapat membayangkan berapa ribu orang lagi akan terprovokasi dengan postingan hoaks dan fitnah yang dapat menyebar dalam hitungan detik.

Semestinya kita mengapresiasi langkah antisipatif pemerintah untuk mencegah eskalasi kerusuhan di daerah lain.

Fakta hukum selama ini, kabar bohong yang menyesatkan dapat mendorong orang atau sekelompok orang untuk melakukan hal-hal yang  melanggar hukum atau norma. Para pelaku yang mendistribusikan kabar bohong dan kebencian selama ini juga bukanlah orang-orang bodoh. Mulai dari PNS, guru, pilot, dokter, penyiar radio, bahkan ustadz dan dosen perguruan tinggi.

Setelah tertangkap dan menjadi tersangka, skenario hafalan para pelaku rata-rata sama: menyesal, emosi sesaat, dan basa-basi minta maaf kepada publik. Semudah itu.

Akibat dari kerusuhan 21-22 Mei itu sendiri sangat merugikan kehidupan ribuan orang lain; mereka yang sedang mencari nafkah dan bahkan lebih parah lagi, korban jiwa dan terluka.  

Rakyat kecil yang hidup mengandalkan pendapatan harian, kehidupannya semakin bertambah sulit. Apalagi saat ini umat Islam akan menghadapi lebaran dan pergantian tahun ajaran sekolah bagi yang punya anak. Mereka sedang berjibaku untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan  itu demi keluarga mereka.

Warung kecil milik warga di Jl. Sabang yang habis dijarah pelaku kerusuhan 21-22 Mei (suara.com).

Kita yang tidak merasakan akibat langsung kerusuhan mungkin bebas menggerutu panjang pendek mengutuk pemerintah dan tanpa berempati pada nasib korban kerusuhan. Padahal yang dilakukan pemerintah hanyalah pembatasan sebagian kecil saja dari akses medsos,  telepon, SMS masih jalan, internet masih nyambung, televisi, radio, e-mail, twitter, line masih berfungsi.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline