Lihat ke Halaman Asli

Agung Baskoro

Political Consultan | PR Strategist |

Memanusiakan Guru

Diperbarui: 25 November 2020   15:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi

"Setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah"

-Ki Hajar Dewantara-

Seandainya setiap orangtua atau kita memaknai dengan baik kata-kata dari Ki Hajar Dewantara di atas, mungkin hari ini para guru tak begitu sulit melaksanakan tugasnya. Setidaknya setiap orang memahami tanggungjawab ketika sudah dididik, karena berikutnya punya kewajiban untuk mendidik. Apalagi bagi para orangtua, saat mereka memutuskan untuk memiliki anak, maka melekat secara otomatis keharusan untuk mendidik keluarganya.

Pemikiran soal setiap orang adalah guru dan setiap rumah adalah sekolah merupakan manifestasi kemanusiaan paling hakiki. Karena semuanya terlibat bertanggungjawab tanpa memberatkan siapapun. Pandangan ini sayangnya, masih pengandaian dan kalimat mahsyur dari Ki Hajar Dewantara. Karena sampai hari ini ketika siapapun membahas soal guru beserta tanggung jawabnya, maka tetap terbentang dalam ingatan setiap orang betapa beratnya tugas yang dijalankan. Persepsi ini semakin menguat takkala dalam sebuah kesempatan Saya menyimak karya film terbaru yang diproduseri Dian Sastro lewat Guru-Guru Gokil beberapa waktu yang lalu (Agustus, 2020).

Dalam film tersebut tergambar jelas bagaimana besarnya tanggungjawab seorang guru, namun di saat yang bersamaan ia harus menerima beragam tantangan hidup yang pelik selain tugas utamanya mengajar. Berturut-turut soal administrasi, kemudian memberikan teladan sekaligus mendampingi murid di luar jam belajar, berikutnya meringankan beban ekonomi guru lainnya karena masih rendahnya insentif yang mereka terima, hingga harus berhadapan dengan mafia dan oknum kepala sekolah karena gaji mereka dicuri. Apakah film ini mendeskripsikan fakta tentang guru yang sesungguhnya?

Bagi saya film ini cukup obyektif berbicara karena mampu merepresentasikan apa yang dihadapi para guru selama ini. Utamanya sumber daya yang minim di tengah jumlah peserta didik yang sering melampaui daya tampung kelas yang dikelola. Hal lain seperti tuntutan administrasi dan tantangan moril untuk menjawab berbagai harapan orangtua kepada anaknya merupakan masalah klasik yang telah menjadi momok tersendiri. Realitas-realitas ini semakin relevan dengan pengalaman yang Saya jalani saat menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) dI Tanah Papua pada tahun 2009 silam dan selama menjadi peserta didik dari SD sampai SMA di Provinsi Sumatera Utara sepanjang tahun 1992-2004.

Mungkin saja beragam potret yang Saya gunakan kurang pas karena saat ini kita sudah ada di penghujung tahun 2020 dan bertepatan pula dalam perayaan Hari Guru Nasional. Tapi, sayangnya kenyataan ini terintegrasi utuh ketika terjadi pandemi COVID19. Wabah virus corona ini akhirnya menjadi cermin paling jujur untuk menguji bahwa dunia pendidikan kita masih memiliki sejumlah persoalan.

Pembelajaran dari rumah sekilas sederhana. Namun saat ditelusuri bukanlah perkara mudah menimbang belum meratanya pembangunan di tanah air. Mulai soal teknis seperti kehadiran sinyal, kemudian ketersediaan fasilitas penunjang seperti telepon pintar atau laptop untuk si peserta didik hingga biaya pulsa selama pembelajaran berlangsung menjadi beberapa isu krusial yang mengemuka. Kemudian dari segi substansi terkait kualitas dan efektivitas pembelajaran, motivasi belajar peserta didik utamanya soal disiplin, kejujuran, dan tanggung jawab ketika penugasan dan ujian diberikan, hingga kesiapan orang tua yang mendampingi anak belajar di rumah. Tapi, Bagaimana tugas guru di masa pandemi ini?

Pertama, tanggungjawab guru semakin bertambah dalam mengajar, karena kini wajib melek soal penggunaan aplikasi teknologi informasi. Ia harus mampu mengerti dan berikutnya memastikan peserta didik dan orang tua yang mendampingi juga mampu memahaminya. Bagaimana bila peserta didik atau orangtua murid lokasi rumahnya belum terjangkau oleh sinyal atau tak memiliki fasilitas pendukung? Dalam beberapa kesempatan tak jarang para guru berkunjung ke rumah siswa yang bersangkutan (door to door) atau membuka sekolah secara terbatas bagi mereka yang tak memiliki akses sinyal serta fasilitas.

Kedua, suka atau tidak, walaupun di masa pandemi ini peserta didik, orangtua, dan guru berkolaborasi, namun guru tetap menjadi ujung tombak pembelajaran dari rumah. Karena proses hulu materi hingga hilir yang berujung penugasan dan ujian kepada murid tetap dikawal. Bedanya, guru dituntut lebih kreatif dan inovatif menampilkan model pengajaran agar antusiasme murid tetap terjaga sebagaimana saat ia berada di ruang kelas untuk menjami kualitas dan efektivitas pembelajaran. Otomatis ia harus mengalokasikan waktu tambahan untuk menyajikan materi yang bagus agar mampu menarik perhatian siswa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline