Lihat ke Halaman Asli

Agung Han

TERVERIFIKASI

Blogger Biasa

Hidup Bertetangga Itu Jangan Gampang Baper...

Diperbarui: 28 Agustus 2019   13:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi hidup bertetangga. (sumber: grandparents)

"Pak, anak saya kenapa disiram air" ujar ibu tetangga setengah teriak. Wajah si ibu menampakkan ketidak sukaan, jelas sekali tidak terima mendapati badan anaknya basah kuyub. Oke, saya sepakat, orangtua mampun pasti tidak terima anaknya merana atau menjadi pesakitan.

"Jangan gitu dong pak, namanya juga anak-anak" lanjutnya dengan muka masih ditekuk. Baiklah, tapi saya juga tidak sepakat dengan sikap ibu tetangga baru ini.

Saya yang belum tahu duduk persoalan, sontak dibuat tergagap mencari kalimat untuk memberi jawaban. Sementara di dalam rumah, terdengar tangis anak saya sedang meledak. "Maaf ibu, kasih saya waktu sebentar." 

Si ayah yang kebingungan pamit masuk sebentar, menanyakan duduk perkara apa antar dua anak berdekatan rumah ini. Saya berusaha tetap tenang tak  terpancing emosi, untuk masalah sepele seperti ini, sayang kalau sampai membuang energi dan merusak hubungan bertetangga.

Masalah antar bocah ternyata sedang terjadi, rupanya anak tetangga mengakui kucing yang bekeliaran di sekitar rumah sebagai miliknya sendiri. Padahal gadis buah hati saya, kerap merawat dan memberi makanan.

Kucing dengan bulu warna abu-abu bersih lembut, menjadi favorit anak-anak di sekitar rumah, dan kami antar tetangga berinisiatif memelihara bersama. Saya dan tetangga depan, seperti punya kesepakatan tak tertulis, membelikan makanan kucing, kemudian secara bergantian memberi asupan binatang bermata bulat ini. 

illustrasi dokpri

Semua berjalan normal, tidak ada pihak yang menclaim kucing milik siapa, karena kami sama-sama memelihara -- kalaupun diclaim saya juga tidak keberatan. Sampai rumah persis di samping kiri, yang semula kosong kini ditinggali penghuni baru. Keluarga muda dengan satu anak, sebagai pengontrak yang menghuni. Untuk satu dan lain alasan, empunya (sudah kami kenal baik) tidak bisa tinggal dan menetap di rumah sendiri.

"Begini ibu, ini kucing diaku sebagai kucingnya anak ibu" saya menjelaskan dengan nada suara pelan.

"Ya, tapi jangan disiram dong anak saya" si ibu mulai ngegas.

"Sebelumnya mohon maaf, nanti saya bilangin anak saya" suara saya tetap stabil

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline