Lihat ke Halaman Asli

Agung Han

TERVERIFIKASI

Blogger Biasa

Laki-laki, Jangan Takut Menikah!

Diperbarui: 18 Oktober 2016   19:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prosesi Ijab Kabul -dokpri

"Pokoknya, Gue masih belum siap married. Penghasilan cuma segini, masih ngekost, belum punya kendaraan, tabungan belum ada" Ujar Dias panjang lebar.

Saya hanya mendengarkan, tak berniat membalas curhatan teman meja sebelah pagi itu. Rupanya Dias sudah didesak calon ibu mertua, segera melamar anak perempuan sudah cukup umur. Konon si pacar hendak dilangkahi adiknya, kalau calon istri Dias tidak segera menikah.

Belum selesai obrolan pagi itu, teman lain datang menempelkan kartu undangan di papan pengumuman.

"Nih, Pujianto "Office Boy" kantor mo married" celetuk teman sembari berlalu.

Sontak terlihat perubahan di wajah Dias, merah bersemu malu atau apalah istilahnya. Entah apa yang dipikirkannya, tetapi kenyataan yang terjadi lebih dari sekadar jawaban. Office Boy di kantor saja sudah mengundang kami, datang pada resepsi pernikahannya. Membaca sekilas undangan, acara digelar di rumah. Menilik alamat yang tercantum, bisa ditebak di sebuah pemukiman padat penduduk.

Tapi point tulisan ini bukan di "pesta"nya, melainkan kontradiksi sikap antara Dias dan Pujianto sang Office Boy.

Dari sisi penghasilan, tentu Dias bisa dua kali lipat atau lebih. Melihat penampilan dan wajah, sudah pasti Dias lebih menawan dibandingkan Puji. Bahkan lelaki usia 28 tahun ini, selalu beraroma harum dan mengenakan baju bermerk. Anda bisa bayangkan sendiri, bagaimana style pekerja kantoran di Jakarta. Yang pasti enak dilihat, well educated dan bisa membawa diri.

Namun masalah keberanian menikah, ternyata menjadi bagian lain atau di luar kotak kemasan fisik. Tak selalu berbanding lurus, dengan apa yang tampak di permukaan. Mental  berani menikah, tak bisa diukur-ukur seenaknya. Parameternya bukan sekedar pendapatan materi, ukurannya bukan lagi kegantengan.

Hanya satu kata, TEKAD! (Capslock dan Bold).

---

Jangan salah sangka, saya tidak mengalami ketakutan seperti ini (mungkin tepatnya kekawatiran). Hal serupa dengan sikap Dias, benar saya alami dan rasakan. Saat hendak memutuskan menikah, saya berpikir dengan logika yang sangat rapi. Gaji saya sebulan, biasanya mengcover biaya kost, uang makan tiga puluh hari, beli bensin dan sebagainya dan sebagainya. Pada akhir bulan bisa menabung, setelah dikurangi pengeluaran rutin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline