Lihat ke Halaman Asli

Sisi Gelap "Diam" Dalam Komunikasi Masyarakat Jepang

Diperbarui: 23 September 2022   20:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pinterest/My Modern Met

Negara Jepang yang terkenal dengan sebutan "Negara Matahari Terbit" dan "Negara Sakura" ini merupakan salah satu negara maju di kawasan Asia Timur, berbatasan dengan negara Korea Selatan dan Korea Utara, Rusia, Laut China Timur, Pulau Sakhalin, dan Samudra Pasifik. 

Meskipun sudah dikenal sebagai negara yang maju tetapi masih banyak masyarakat Jepang yang memegang teguh budaya leluhur. Salah satu budaya yang unik dalam masyarakat Jepang adalah yang memiliki arti diam. Komunikasi antar manusia dapat terjadi baik verbal maupun non verbal, dan konsep sendiri merupakan salah satu budaya komunikasi non verbal di Jepang yang dimana mengandalkan gerak tubuh dan ekspresi wajah. 

Diam dalam konsep bukan hanya tentang sebuah keheningan saja, tetapi juga menggambarkan bahwa komunikasi bukan dilihat dari kemampuan berdialog melainkan juga kepekaan gesture tubuh dari lawan bicara.   tentunya memiliki sejarah yang cukup panjang dan keistimewaan dari nilai dasar budaya Jepang yang menjadikan "diam" sebagai bentuk komunikasi dalam masyarakat Jepang. 

Didalam kesehariannya masyarakat Jepang cenderung lebih diam dibandingkan dengan masyarakat Eropa.  Hal itu terjadi dikarenakan  berbagai jenis aspek yang mempengaruhi pola pikir dari masyarakat Jepang.  Penyebabnya utama dapat dibagi menjadi dua yakni faktor sejarah dan budaya yang ada didalam lingkungan masyarakat.  

Di Jepang "diam" dianggap sebagai kebaikan atau kebenaran.  Ada pepatah Jepang yang mengatakan "pria yang diam adalah orang yang terbaik untuk didengarkan."  

Konsep Haragei dan Ishin denshin juga ikut andil sebagai penyebab "diam' sebagai komunikasi di Jepang haragei memiliki arti "seni perut" yaitu sebuah seni memahami perasaan orang lain, meskipun dengan komunikasi non verbal tetapi kedua pihak tetap dapat mengerti alur pembicaraan. 

Menurut Lebra (1987:345)  Orang Jepang percaya bahwa kebenaran hanya terdapat di alam batin yang disimbolkan berada di dalam hati atau perut. Komponen luar diri seperti wajah, mulut, kata-kata yang diucapkan, memiliki perbedaan terkait dengan kognitif dan kepalsuan moral. Kebenaran, keikhlasan, keterusterangan, kepercayaan dekat dengan sikap berdiam diri. Orang yang sedikit bicara dianggap lebih terpercaya daripada orang yang banyak bicara.

Pada awalnya sikap "diam" atau Chinmoku mulai terbentuk pada masa Zen Buddhisme.  Ajaran Zen mengatakan bahwa kebenaran tidak dapat digambarkan secara langsung atau verbal tetapi hanya bisa digambarkan dengan hidup dalam keheningan.  di dalam ajaran Zen seseorang dapat mencapai pencerahan melalui meditasi dan disiplin, serta mengajarkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara sesama manusia.  

Beberapa kesenian tradisional di Jepang menggambarkan tentang keheningan dan karakteristik diam di dalam masyarakat Jepang.  Contohnya Kabuki dan juga pertujukan Noh yang didalamnya menggambarkan bahwa "diam" juga dapat mengekspresikan ketegangan, kegembiraan, kesedihan bahkan untuk bagian klimaks dari cerita tersebut.  

Kesenian music tradisional yang mengandung ma (interval yang menentukan irama lagu).  Selain itu kesenian seperti shodo dan kado juga sangat menekankan pada ketenangan, suasana sepi dan juga dapat mengendalikan diri dalam sikap diam sehingga dapat mencapai pada keberhasilan. 

Di Jepang ada sebuah ungkapan yang melambangkan mengapa orang Jepang lebih banyak diam ketika bersama orang lain yaitu "" yang memiliki arti paku yang menonjol keluar akan dipukul ke bawah." 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline