Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Pak Guru dan Bu Guru, Tolong Jangan Tambah PR Kami Lagi

Diperbarui: 18 Maret 2020   21:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi belajar dari rumah | Sumber gambar: www.indozone.id

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak serta seluruh warga Indonesia untuk melakukan social distance. Bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah dari rumah. Tujuannya adalah untuk membatasi persebaran coronavirus di lingkungan masyarakat. 

Seiring dengan himbauan ini, sekolah-sekolah pun ramai-ramai "meliburkan" siswa-siswinya selama beberapa hari ke depan untuk menjalani aktivitas belajar di rumah. Media teknologi saat ini memang sangat memungkinkan siapapun untuk belajar kapanpun dan dimanapun. 

Akan tetapi, baru beberapa hari berjalan "program" belajar di rumah sudah menimbulkan banyak keluhan. Cukup banyak orang tua siswa yang melakukan pengaduan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait anaknya yang stres akibat banyaknya tugas yang diberikan oleh para guru. Kebanyakan tugas tersebut menyita cukup banyak waktu untuk dituntaskan sehingga membuat para siswa serasa berada dalam tekanan yang cukup panjang.

Sepertinya ada mispersepsi dalam konsep home learning yang dijalankan saat ini. Terutama terkait himbauan belajar dari rumah sebagaimana dicetuskan oleh pemerintah. Yang terjadi justru bapak dan ibu guru memberikan soal demi soal untuk dikerjakan para siswa di rumah masing-masing. Sudah barang tentu hal ini sangat membosankan dan membikin jenuh. 

Menurut Komisoner KPAI Retno Listyarti, home learning hendaknya diberlakukan dengan lebih kreatif. Para siswa tidak melulu harus mengerjakan soal demi soal dengan tenggat waktu tertentu untuk dikumpulkan. Penugasan yang diberikan guru semestinya bisa lebih kreatif seperti membuat resume dari buku-buku bacaan atau novel yang menarik. 

Mungkin para siswa bisa melakukan eksperimen mandiri di rumah untuk membuktikan sebuah teori tertentu pada mata pelajaran. Sayangnya sebagian dari bapak dan ibu guru pengajar cenderung memilih cara konvensional yang tidak menuntut kreativitasnya dalam mendesain cara ajar jarak jauh. Cukup memberi tugas berupa mengerjakan soal-soal, dan diharapkan para siswa akan belajar dengan sendirinya. Kalau seperti itu saja lantas buat apa ada guru pengajar?

Kreativitas pengajaran yang diberikan oleh para guru kepada para siswa yang berada di rumah barangkali masih kalah jauh dengan apa yang dilakukan oleh "ruangguru". Sebuah platform belajar yang digawangi oleh salah satu staff khusus milenial Presiden Jokowi. Bukan tidak mungkin para siswa itu lebih suka belajar di ruangguru daripada diajar oleh bapak dan ibu gurunya sendiri. 

Himbauan untuk belajar dari rumah terkait pandemi coronavirus ini terlihat tidak dirancang secara matang. Serba dadakan dan instan. Tanpa konsep yang matang. Pada akhirnya jalur termudalah yang ditempuh oleh para guru guna mendidik siswa-siswinya. Ini perlu dievaluasi mengingat aktivitas belajar di rumah yang mungkin saja akan diperpanjang setelah periode 14 hari pemberlakuan. 

Semua masih bisa saja terjadi. Apalagi ketika pandemi ini dirasa semakin mengkhawatirkan. Jika demikian yang terjadi, dimana proses belajar di rumah bukannya membikin senang tetapi malah membuat stres, maka itu akan menjadi tambahan masalah saja bagi kita semua. 

Stres bukanlah pertanda baik atas berlakunya suatu hal. Aktivitas belajar mengajar yang memicu stres patut dievaluasi kelayakannya. Jikalau para siswa terus menerus menerima "gempuran" tugas yang membuat pening kepala, maka sepertinya lara siswa itu akan lebih memilih untuk masuk sekolah saja seperti biasanya.

Salam hangat,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline