Lihat ke Halaman Asli

Agil Septiyan Habib

TERVERIFIKASI

Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Menilik Keterwakilan Perempuan di DPR, Antara Kuantitas atau Kualitas

Diperbarui: 5 Oktober 2019   12:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para Perempuan Wakil Rakyat | Sumber gambar : ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Anggota DPR RI periode 2019-2024 telah resmi dilantik. Dari 575 kursi DPR yang tersedia, 118 kursi atau sekitar 21% diantaranya telah teralokasi untuk legislator perempuan. 

Meski jumlahnya belum memenuhi syarat yang ditentukan Undang-Undang, yaitu keterwakilan sebesar 30% perempuan, akan tetapi jumlah ini sebenarnya sudah mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa persentase keterwakilan perempuan di DPR pada tahun 2004-2009 hanya sekitar 11% saja dan meningkat pada periode 2009-2014 menjadi 18%. 

Sempat turun menjadi 17% pada periode 2014-2019 dan sekarang meningkat kembali menjadi 21% pada 2019-2024. Suara perempuan memang masih dibilang cukup minoritas di jajaran legislatif. 

Dorongan dari berbagai kalangan untuk meningkatkan partisipasi serta kontribusi perempuan dalam membangun kehidupan bangsa memang terus digalakkan. 

Namun kita tidak boleh terjebak dalam keinginan untuk meningkatkan kuantitas wakil rakyat dari kalangan perempuan tanpa dibarengi kualitas pribadi yang mumpuni.

Apabila hanya mengandalkan popularitas saja dalam rangka memikat suara rakyat untuk memilih perempuan sebagai wakilnya, hal itu tentu sangat tidak bijaksana. 

Bagaimanapun juga seorang wakil rakyat haruslah mereka yang cakap, bijak, serta tulus dalam memperjuangkan nasib rakyat yang diwakilinya. 

Hanya saja dengan dalih memenuhi tuntutan undang-undang terkait 30% keterwakilan perempuan, segala cara ditempuh oleh partai politik. 

Perempuan "jebolan" artis pun akhirnya dijadikan "sasaran" meraup suara rakyat. Padahal bisa jadi pengetahuan mereka belum cukup mumpuni untuk menjadi seorang wakil rakyat. 

Sekadar mengandalkan nama yang dikenal publik saja sebenarnya tidaklah cukup. Meski kita juga tidak bisa menjustifikasi bahwa semua politisi berlatar artis tidak kompeten dalam bertugas sebagai wakil rakyat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline