Lihat ke Halaman Asli

Alunan Kehilangan

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Benar kata orang, aku harus mencari apa yang ada dalam diriku sendiri untuk bisa menemukan jati diriku sendiri. Sebuah teka-teki yang bertitah kedewasaan. Temukan jawabannya, maka akan menuju tahap selanjutnya. Pembuat pertanyaan terbaik bukan seseorang yang terbaik. Pembuat jawaban terbaik juga bukan seperti itu. Nihil hasil, semua suka, satu pahala bagi kita."

" Apa yang lebih bodoh dari tersesat?"

" Tersesat dalam diri sendiri!"

" Apalah itu, sebagaimana manusia, aku boleh berbicara sendiri didepan sebuah benda. Sekarang, aku berbicara dengan level suara sedang. Fokus suara pada kotak berisik. Benda ini semua orang menyebutnya dengan radio."

" Aku tegaskan sekali lagi, aku sedang berbicara didepan Radio FM tua. MySelf FM. Memutarkan lagu-lagu sepi. Tenang... kupastikan itu bukan Mp3 Player. Ini jelas sebuah Radio. Imanjinasi memaksaku menjadikan semua yang kupandang menjadi hal nyata, hingga -pastinya- fungsionalitas sebuah benda ini kini menjadi alat komunikasi 2 arah."

" ssssstttttttt..... " (suara radio)

" Seperti ini dua arahnya. Kau bisa berbicara padaku, aku tak mendengarkanmu. Aku bisa berbicara padamu, kau tak mendengarkanku. Impas bukan? Oh tentu saja tidak, aku masih punya sakit hati, terutama saat kau tak mendengarkanku, perihal apa yang kutanyakan, padahal itu berulang-ulang. Sakit hati adalah manusiawi. Dan sakit hati itu sakit, walau telah berembel-embel dengan sabar, walau malaikat telah turun dengan mendatangkan hujan. Sakitnya sang manusia. Kau tak perlu memikirkan jawabanmu berbanding dengan bobot pertanyaanku. Tentunya manusia lebih suka jawaban yang mengeksplorasi. Ini kuadrat karena akar pangkat tak terhingga. Jawab saja dengan sepi atau diam atau acuhan atau pergi atau kusam atau hitam atau kosong. Aku sudah senang."

" ssssttttt....... " ( suara radio)

" Desismu seperti cinta!"

" Cukuplah kau mendesis, cukup!"

" Perlahan tapi pasti, kau sudah membunuh dengan beberapa bagian suara itu!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline