Lihat ke Halaman Asli

Arif Budiman

Dosen, Praktisi Seni Sunda, dan Communication Strategist

PKM Dosen ISBI Bandung Bangkitkan Festival Perang Tomat Cikareumbi Lewat Literasi Digital

Diperbarui: 14 September 2025   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

30 Warga Cikareumbi Dibekali Keterampilan Promosi Budaya dan Ekonomi Kreatif (Sumber: Sheila Kurnia Putri)

Oleh Arif Nino Budiman | Editor & Penulis

BANDUNG BARAT – Sejumlah dosen Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung mendorong kebangkitan kembali Festival Perang Tomat di Kampung Cikareumbi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, melalui rangkaian Pelatihan Literasi Digital. Program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) Hibah BIMA Kemdikbudristek ini berlangsung sejak Agustus dan ditutup pada 12 September 2025, diikuti lebih dari 30 warga dari berbagai kalangan, mulai dari seniman, pemuda karang taruna, hingga para sesepuh desa.

Kegiatan yang digagas dosen ISBI Bandung ini membekali peserta dengan keterampilan pembuatan konten digital, pengelolaan media sosial, fotografi-videografi berbasis smartphone, hingga manajemen branding budaya. Tujuannya bukan sekadar melatih keterampilan teknis, tetapi juga menghidupkan kembali tradisi Perang Tomat sebagai identitas budaya sekaligus motor ekonomi lokal.

“Perang Tomat adalah identitas budaya yang tidak boleh hilang. Melalui pendekatan digital, kami ingin masyarakat dapat mengelola promosi secara mandiri, sekaligus menjadikannya sumber ekonomi kreatif berkelanjutan,” ujar Sheila Kurnia Putri, ketua tim pengusul PKM sekaligus dosen ISBI Bandung, Jumat (12/9).

Dari Tomat Murah Jadi Atraksi Mendunia

Festival Perang Tomat lahir pada tahun 2011 dari gagasan budayawan Sunda Abah Nanu (Mas Nanu Munajar Dahlan), ketika harga tomat jatuh dan hasil panen membusuk. Alih-alih dibiarkan terbuang, tomat dijadikan medium ekspresi dalam rangkaian upacara adat Ngaruat Bumi. Tradisi itu berkembang menjadi simbol syukur sekaligus atraksi budaya unik.

Seiring waktu, festival ini menarik wisatawan dari berbagai daerah, bahkan mancanegara. “Banyak yang mengira Perang Tomat hanya ada di Spanyol. Padahal, Cikareumbi punya tradisi sendiri yang lahir dari kearifan lokal,” jelas Shauma Silmi Faza, dosen ISBI yang memandu sesi teknik fotografi, videografi, serta pembuatan konten kreatif.

Abah Nanu, budayawan Sunda penggagas Festival Perang Tomat, berbagi cerita tentang awal lahirnya tradisi ini (Sumber: Arif Budiman)

Suara Warga, Suara Harapan

Bagi warga, pelatihan ini membawa angin segar. Cucu, sesepuh kampung, menuturkan:

“Selama ini banyak media luar yang menulis tentang Perang Tomat, dan itu bagus. Tapi bagi kami, penting juga punya media resmi sendiri agar informasi tidak hanya muncul saat acara berlangsung. Dengan pelatihan ini, anak-anak muda lebih lihai dalam literasi digital dan bisa memakai media sosial untuk hal positif.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline