Lihat ke Halaman Asli

Afifatul Khoirunnisak

Sarjana Pertanian

Atas Senyum Sepeda Butut

Diperbarui: 26 September 2020   09:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber. Pixabay.com

Sore itu, kuputuskan untuk menghirup udara segar. Menikmati senja yang selalu membuat ku kagum. Keindahan alam memang selalu bisa memanjakan mata, membuatku lebih tenang. Sejenak berpaling dari tugas-tugas yang memusingkan kepala.

Aku duduk terpaku di bangku panjang depan gerobak siomay. Sambil menunggu bapak penjual menyiapkan pesananku. Seharusnya disaat-saat seperti ini aku lebih menghemat dan mengurangi jatah jajanku. Ah tak apalah, sekali-kali. Akhirnya sekali-kali yang berubah menjadi berulang kali dan menjadi kebiasaan.

Namun, kalau dipikir-pikir tidak terlalu buruk juga, apalagi kalau jajannya diniati sedekah seperti kata pak ustadz yang kudengar di TV. Toh bapak penjual siomay juga merupakan tulang punggung keluarga. Bisa jadi penghasilannya berasal dari siomay. Aku berspekulasi.

Bosan menunggu, ku palingkan pandanganku ke jalan raya. Kubiarkan pikiranku berimajinasi. Terlihat lalu lalang kendaraan bermotor. Sebuah mobil Toyota Alphard keluaran terbaru lewat di depanku.

"Wih. Orang itu pasti kaya. Kapan ya aku bisa punya mobil seperti itu." Batinku.

"Jarang-jarang loh dikampung ini ada yang punya mobil semewah itu. Apa ya pekerjaannya?"sosok diriku yang lainnya menyahut.

Tanpa kusadari, aku mengucapkan sholawat dalam hati. Rupanya kebiasaan temanku menular kepadaku, yaitu mengucapkan sholawat ketika melihat sesuatu yang diinginkan.

Tak berselang lama. Seorang bapak mengayuh sepeda onthel butut, dengan sekarung rumput diikat di bagian belakang. Perkiraanku umur bapak itu sudah lebih dari separuh baya. Kulitnya berwarna hitam legam mengkilat terkena keringat. Pasti rumput itu buat pakan ternaknya.

Bapak itu mengayuh sepedanya perlahan demi perlahan.

"Kok umur segitu masih kerja yang berat ya. Seharusnya beliau duduk santai dirumah menikmati masa senja."

Aku mengkritisi apa yang kulihat. Ah, mudah sekali manusia mengkritisi sesuatu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline