Lihat ke Halaman Asli

Adnan Abdullah

Seorang pembaca dan penulis aktif

Bahaya Divide Et Impera Menggunakan Isu Agama

Diperbarui: 28 Januari 2021   09:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Koleksi pribadi Ni Made Ayu Masnathasari

Baru-baru ini viral di media sosial ketika terungkap adanya kewajiban bagi murid yang berjenis kelamin perempuan di salah satu sekolah menengah negeri di Kota Padang, Sumatera Barat untuk mengenakan jilbab, termasuk bagi yang beragama Non-Muslim.   

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (Mendikbud) Nadiem Makarim, hal tersebut merupakan bentuk intoleransi atas keberagamaan, sehingga bukan saja melanggar peraturan undang-undang, melainkan juga nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan. 

Dalam Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia disebutkan setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua atau wali. (Pasal 55 UU No. 39/1999)

Dalam Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional diatur pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keamanan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa (Pasal 4 ayat 1 UU No. 20/2003). 

Dalam Peraturan Menteri tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa pakaian seragam khas sekolah diatur oleh masing-masing sekolah dengan tetap memerhatikan hak setiap warga negara untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing. (Pasal 3 ayat 4 PerMendikbud No. 45/2014) 

Oleh karenanya menurut Mendibud, sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah, apalagi jika tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik. 

Dalam al-Qur'an surat al-Baqarah telah disebutkan bahwa tidak ada paksaan dalam menganut agama. (QS. Al-Baqarah: 256). 

Oleh karenanya memaksa siswi non-muslim untuk mengenakan jilbab di sekolah adalah perbuatan yang bukan hanya melanggar HAM dan undang-undang dan peraturan, tapi juga bertentangan dengan ajaran Islam.   

Hal tersebut berbeda dengan yang dialami oleh Ni Made Ayu Masnathasari di Makassar, Sulawesi Selatan. Beberapa waktu yang lalu, Ayu yang beragama Hindu berhasil menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar yang sejak dulu mewajibkan semua mahasiswinya untuk mengenakan jilbab ketika memasuki lingkungan kampus. 

Ayu mengenakan jilbab atas kesadaran diri sendiri untuk mematuhi aturan di lingkungan kampus islam, sedangkan Jeny diminta mengenakan jilbab di lingkungan sekolah negeri yang jangankan siswi non-muslim, siswi yang muslim pun tidak boleh diwajibkan mengenakan jilbab. 

Terlepas dari semua itu, menyaksikan begitu banyaknya isu-isu intoleransi agama dan keyakinan yang terus dimunculkan dan dibesar-besarkan, patut diduga ada agenda terselubung yang melibatkan asing yang memang bertujuan menimbulkan gesekan dan membenturkan perbedaan di antara umat beragama di Indonesia. Tujuannya jelas untuk terus-menerus mengikis persatuan dan persatuan kita sebagai bangsa yang pada akhirnya terjadi perang saudara seperti di negara-negara Timur-Tengah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline